Tujuh Perusahaan di Karawang Tolak Eksekusi Lahan Pembangunan Jalur Kereta Api Cepat

  • Whatsapp
spiritnews.co.id

Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Tujuh perusahaan yang beroperasi di Kabupaten Karawang menolak eksekusi lahan yang dilakukan oleh Pengadilan Negeri Karawang.

Eksekusi lahan ini dilakukan setelah adanya sengketa pembayaran lahan yang akan diperuntukkan untuk mega proyek pembangunan jalur kereta cepat Jakarta – Bandung.

Bacaan Lainnya

Tujuh perusahaan yang menolak eksekusi itu adalah PT Trans Heksa Karawang (THK), PT Pertiwi Lestari, PT Karawang Cipta Persada, PT Batuah Bauntung Karawang Primaland, PT Perusahaan Industri Ceres, PT Gajah Tunggal dan PT Buana Makmur Indah.

Kuasa Hukum PT Batuah Bauntung Karawang, Chris Santo Sinaga didampingi Riky Napitupulu, mengatakan, sengketa lahan ini terjadi karena konsorsium PT Trans Heksa Karawang (THK), yang terdiri dari, PT Pertiwi Lestari, PT Karawang Cipta Persada, PT Batuah Bauntung Karawang Primaland, PT Perusahaan Industri Ceres, PT Gajah Tunggal dan PT Buana Makmur Indah, menggugat PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebagai tim pembebasan lahan yang dipercaya oleh pemerintah dan Kantor Kementerian Agraria, Tata Ruang dan Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Karawang ke Pengadilan Negeri Karawang.

“Klien kami menggugat PT PSBI dan BPN Karawang ke Pengadilan Karawang karena permasalahan harga lahan yang tidak sesuai. Namun, Pengadilan Negari Karawang menolak gugatan klien kami, dan akhirnya berupaya untuk mengeksekusi,” kata Chris.

Diakuinya, sengketa lahan ini belum inkrah. Sebab, konsorsium PT THK melakukan upaya hukum kasasi. Upaya hukum ini dilakukan karena penggugat merasa keberatan atas penetapan nilai ganti kerugian. Namun, Mahkamah Agung menguatkan putusan Pengadilan Negeri Karawang.

”Kami sangat kecewa dengan keputusan tersebut dan tidak memenuhi rasa keadilan,” tegasnya.

Diakuinya, eksekusi lahan yang dilakukan Pengadilan Negeri Karawang untuk menjalankan putusan Mahkamah Agung untuk pelaksanaan proyek pembangunan PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC), sesuai Penetapan Ketua Pengadilan Negeri Karawang Nomor 3/CONS/2019/PN.KWG, tanggal 10 Oktober 2019 dan Berita Acara Eksekusi Riil/Pengosongan Nomor 3/CONS/2019/PN-KWG tanggal 31 Oktober 2019.

Adapun penetapan nilai ganti kerugian yang ditetapkan oleh pemerintah adalah Rp 960.000 per meter, sedangkan tujuh perusahaan tersebut membeli lahan itu pada tahun 2014 lalu senilai Rp 1.744.009 per meter.

“Dalam pemberian ganti rugi ini, pemerintah tidak menghitung tanah yang terdampak dan tersisa yang tidak dapat lagi difungsikan sesuai dengan peruntukannya sebagaimana diatur dalam Standar Penilaian Indonesia 306 (SPI 306) tentang penilaian terhadap pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum,” jelasnya.

Ia menilai pemerintah tidak bisa memberikan keadilan yang pada akhirnya mencederai proses pengadaan tanah untuk kegiatan proyek strategis nasional dan merugikan citra pemerintah di mata masyarakat dan para pengusaha.

“Dalam proses ganti rugi oleh Kantor Jasa Penilai Publik Muttaqin Bambang Purwanto Rozak Uswatun (KJPP MBRU) yang ditunjuk oleh PT PSBI tidak disertai data lengkap dan tidak melakukan verifikasi. Sehingga mengakibatkan adanya penurunan harga serta kerugian pembangunan kawasan industri,” ungkapnya.(sir)

Pos terkait