Kota Bekasi, SpiritNews-Walikota Bekasi, Dr. Rahmat Effendi akhirnya menanggapi keluhan dan aspirasi ratusan supir Elf K-01 A. Perubahan ini merupakan tata kelola yang sangat baik yang dilakukan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi.
Walikota mengatakan, perubahan yang terjadi di Kota Bekasi bukan hal yang mudah untuk dilaksanakan, karena seringkali pemerintah bersinggungan dengan masyarakat.
“Problem kemacetan yang ada di Kota Bekasi tentunya harus di manage dengan baik, penataan trayek sudah menjadi keharusan bagi Pemkot Bekasi agar dapat mengurungi 19 titik macet yang ada,” kata Rahmat Effendi atau yang akrab disapa Pepen ini, kepada SpiritNews, Rabu (22/3/2017).
Diakuinya, Kota Bekasi memiliki luas wilayah 210.49 km persegi. Ini merupakan salah satu kota megapolitan, dengan jumlah penduduk 2.334.871, menduduki peringkat ke-10 sebagai kota dengan kepadatan penduduk se-Indonesia.
Dengan luas sebesar itu dan jumlah penduduk yang terus meningkat, kemacetan harus di urai sedemikian rupa . “Salah satu faktor utama kemacetan tersebut adalah angkutan umum. Kendaraan umum, terutama angkutan kota (angkot) jumlahnya sangat banyak di Bekasi,” tegasnya.
“Dan tidak sedikit dari mereka yang suka berhenti sembarangan (ngetem), terutama pada tempat-tempat yang cukup ramai seperti sekitar Stasiun Bekasi sehingga menyebabkan kemacetan dan membuat tidak nyaman masyarakat yang melintas di jalan-jalan tersebut,” tambahnya.
Oleh sebab itu, kata Pepen, Pemkot Bekasi mulai menertibkan sejumlah angkutan kota , salah satunya K-01A jurusan Terminal Bekasi-Cikarang yang menyalahi ketentuan izin trayek. Penertiban merupakan bagian dari penataan trayek sejumlah angkot yang memicu kemacetan.
Dan Angkutan K-01A yang beroperasi hingga kawasan Bulan-Bulan dekat Stasiun Bekasi membuat kawasan itu jadi semrawut. “Padahal, trayek K-01A hanya sampai Terminal Bekasi untuk kembali lagi ke Cikarang. Penataan yang ada tidak memotong trayek, tapi mengembalikan sesuai izin trayek,” ujarnya.
Penertiban yang dilakukan oleh Pemkot Bekasi, kata Pepen, tidak menyalahi aturan. Sebagai pemegang regulasi hal ini tentu menjadi bagian dari menata kota itu sendiri. Namun dengan dalih mengurangi penghasilan, para supir angkot menolak di tata oleh pemerintah, padahal yang terjadi adalah pemerintah kota mengatur trayek sesuai dengan ketentuan yang ada.
“Namun sebagaian dari mereka menganggap pemerintah mematikan roda ekonomi mereka karena penghasilan mereka berkurang. Itu yang salah,” jelasnya.
“Marilah kita berpikir maju kedepan, kepentingan masyarakat luas yang utama, jangan karena ada kepentingan sebagian orang maupun kelompok, masyarakat luas dikorbankan dan merasa di abaikan. Penataan angkutan yang ada bukan untuk mematikan ataupun mengurangi penghasilan para pengemudi maupun pengelola, namun merupakan bagian dari penataan trayek yang telah ada, dan dalam konteks angkot K-01A, pemerintah dalam hal ini Dinas Perhubungan hanya menegaskan jalur trayek yang ada dimana trayek K-01A hanya sampai Terminal Bekasi untuk kembali lagi ke Cikarang,” ungkapnya.(sam)