Majalengka, SpiritNews-Keberhasilan pembangunan Kota Angin yang semakin pesat, tidak lepas dari kepemimpinan DR H Sutrisno SE MSi dengan SUKA Jilid I dan II.
Mulai periode pertama menjabat pada 2008 APBD hanya berkisar Rp 680 miliar dengan PAD Rp 47 miliar. Menjelang akhir masa jabatannya, APBD telah mencapai angka Rp 2,9 triliun dengan PAD Rp 432 miliar.
Industri skala menengah dan besar juga mulai hadir dengan direlokasinya sejumlah pabrik dari wilayah Bandung raya. Tol Cipali yang telah berjalan dan megaproyek BIJB yang sebentar lagi beroperasi menjadi salah satu nilai positif kepemimpinannya.
Bahkan penghargaan dari pemerintah pusat banyak diterima, seperti penilaian wajar tanpa pengecualian (WTP) dari BPK yang diraih tiga kali berturut turut.
“Sempat terpikir setelah jabatan selesai dan pikiran dan tenaga untuk Majalengka telah saya curahkan, saya akan beristirahat dan mengelola usaha. Namun melihat kondisi regional Jabar yang mengalami ketimpangan pembangunan dan fiskal daerah, maka saya berpikir ulang kenapa tidak saya manfaatkan ilmu dan pengalaman yang saya miliki untuk Jabar,” terang bupati.
Sutrisno yang baru saja meraih gelar doktor Ilmu Manajemen dengan yudisium cumlaude di pascasarjana Universitas Pasundan Bandung mengungkapkan, kebijakan otonomi daerah yang mendesentralisasi kewenangan kepada pemerintah daerah tidak dapat lepas dari aspek desentralisasi fiskal.
Namun ketika otonomi daerah diaplikasikan, ada permasalahan pada desentralisasi fiskalatau ada fiscal gap. Pada situasi fiscal gap dan kekuatan utama fiskal daerah yakni PAD masih rendah, desentralisasi fiskal tidak dapat maksimal menghasilkan sumber pendanaan pembangunan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Di sini diperlukan peran kepemimpinan kepala daerah sebagai leader dalam menutup fiscal gap, sehingga tidak mengorbankan pembangunan publik.
“Di Indonesia kepemimpinan itu menonjol, bahkan inovasi pemerintahan sekarang sangat ditentukan oleh pemimpinnya. Perlu dikaji bagaimana peran kepemimpinan kepala daerah dalam memecahkan masalah, guna mengefektifkan desentralisasi fiskal untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Dengan APBD provinsi yang salah satu terbesar di Indonesia, menurut Sutrisno seharusnya Jabar mampu mendistribusikan secara adil dan merata ke semua daerah. Tetapi kenyataannya banyak daerah di Jabar tidak mendapat keadilan itu.
Prioritas pembangunan hanya di wilayah Bandung raya, padahal sudah menjadi komitmen dan ada dasar hukumnya bahwa pembangunan Jabar wilayah timur terletak di Majalengka.
Pemimpin Jabar selanjutnya hendaknya berasal dari daerah Ciayumajakuning. Sebab sejarahnya pembangunan peradaban Jabar, Banten, dan DKI sebetulnya berasal dari Cirebon dengan Sunan Gunung Jati, anak, dan para muridnya,” ungkapnya.
Bila dirinya dipercaya rakyat Jabar menjadi gubernur, bukan hanya ibu kota provinsi, bila perlu ibu kota negara dipindahkan ke Majalengka. Sutrisno mengklaim ada lahan seluas 5.000 hektare milik Lanud S Sukani yang bisa mengakomodasi kegiatan pemerintahan provinsi maupun pusat. Dari segi akses sangat mudah, lewat udara sudah ada BIJB lewat darat ada jalan tol.
Sutrisno juga mengakui, pers atau media sebagai kekuatan demokrasi, menjadi penopang pilar-pilar demokrasi lainnya seperti eksekutif, legislative, dan yudikatif. Selain berfungsi sebagai pengontrol kekuasaan, menjalankan fungsi edukasi dan hiburan, pers juga sering menjadi pengawal perubahan-perubahan besar.
“Kita memerlukan media sebagai penyampai informasi pembangunan dari pemerintah ke rakyatnya. Silahkan insan pers termasuk Radar mengawal dan ikut mengontrol pembangunan di Majalengka. Terutama dengan bergulirnya dana desa dengan jumlah yang besar, tujuannya agar bantuan itu tepat sasaran untuk kesejahteraan rakyat,” ucapnya.(*)
APBD Capai Rp 2,9 Triliun
