Jakarta, SpiritNews-Berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS), satu dari tiga wanita di Indonesia mengalami kekerasan fisik dan atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan.
Hal ini terjadi pada perempuan yang rentang usia 15-64 tahun sesuai Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN).
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, survei ini tidak mudah. Sebab, responden biasanya tak mau mengungkap masalah rumah tangganya.
“Masalah kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah isu sensitif dan kejadian di ranah keluarga sehingga korban akan malu untuk melaporkan,” kata Suhariyanto di kantor BPS, Jalan Dr Sutomo, Pasar Baru, Jakarta Pusat, Kamis (30/3/17).
Dikatakan, petugas yang melakukan survei dilatih khusus untuk mewawancarai responden. Hal tersebut dilakukan karena melihat sensitifnya isu ini.
“Petugas dilatih selama 10 hari tidak hanya materi namun etika wawancara, karena melihat sensitif petugasnya perempuan respondennya 15-64 tahun. Mereka harus duduk berdua tidak boleh dihadiri siapapun, menggunakan tablet, paperless, hasilnya lebih cepat dan banyak data yang bisa dijaga,” kata Suhariyanto.
Menurutnya, survei dilakukan di 900 blok sensus, dengan sampel 10 rumah tangga dengan total 9.000 responden. “Setiap rumah tangga dipilih 1 perempuan, tabel KISH jika ada anggota perempuan lebih dari satu,” kata Suhariyanto.
Dijelaskan, dari target 9.000 responden, ada 243 rumah tangga sampel yang ditargetkan tidak merespons. Hal tersebut dikarenakan penolakan dari responden.
“Ada yang langsung menolak, tidak ada anggota perempuan yang berusia 15-64 tahun, responden tidak bersedia melakukan wawancara, atau ketika suaminya datang,” ujarnya.
Ia menjelaskan 1 dari 3 perempuan rentang usia 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan atau seksual oleh pasangan dan selain pasangan. Lalu 1 dari 10 perempuan 15-64 tahun mengalami kekerasan fisik dan seksual dalam satu tahun terakhir.
“Kekerasan fisik dan seksual lebih banyak dialami perempuan yang tinggal di daerah perkotaan sebesar 36,3% sementara di pedesaan hanya sebanyak 29,8%,” jelasnya.
Selanjutnya Suhariyanto menjelaskan kekerasan fisik dan seksual dialami oleh perempuan berlatar belakang pendidikan SMA ke atas. Selain itu, kekerasan fisik dan seksual dialami lebih banyak oleh perempuan yang tidak memiliki pekerjaan.
“Kekerasan fisik dan seksual dialami oleh 39,4% oleh perempuan berlatar belakang pendidikan SMA ke atas, dan 35,1% perempuan yang tidak memiliki pekerjaan,” kata dia.
Survei ini dilakukan atas kerja sama antara Kementerian Perempuan dan Perlindungan Anak, BPS, United Nations Fund for Population Activities (UNPFA). Suhariyanto berharap dengan adanya survei ini menjadi panduan pemerintah menyusun kebijakan.
“Melihat besarnya prevalensi kekerasan terhadap perempuan sehingga kalau kita mengetahui besarnya prevalensi, kita harapkan dapat menyusun kebijakan yang lebih fokus lagi,” ujarnya.(*)