Ini Makna Sarung Menurut Dedi Mulyadi

  • Whatsapp

Purwakarta, SpiritNews-Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi menjadi salah satu pembicara dalam Forum Seminar Nasional Sarung Nusantara yang diselenggarakan oleh Lembaga Takmir Masjid (LTM) Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU), Kamis (6/4/2017) di Kantor PBNU, Jalan Kramat Raya, Jakarta.
Tokoh yang sudah menerapkan kebijakan untuk memakai kain sarung bagi para pejabat dan pelajar pada setiap hari Jum’at ini pun tampak hadir mengenakan kain sarung kotak-kotak bernuansa hijau hitam dan kemeja batik khas pengurus Nahdhatul Ulama , lengkap dengan peci hitam.
Dedi Mulyadi merupakan salah satu pengurus di lingkungan PCNU Purwakarta, sebagai Wakil Ketua Bidang Organisasi dan Kaderisasi.
Bersama dua pembicara lain yakni Kiai Agus Sunyoto dan Prof Imam Suprayogo, Dedi merasa bangga menjadi bagian dari warga Nahdhiyyin.
Menurutnya, hanya organsasi NU-lah yang memberinya kesempatan untuk mempelajari Islam secara keseluruhan tanpa harus kehilangan identitas dirinya sebagai orang Sunda.
“Enaknya di NU itu, saya bisa belajar Islam secara menyeluruh tanpa harus meninggalkan identitas saya sebagai orang Sunda. Jadi, saya memilih surganya NU, ringan, tidak berat,” kata Dedi sambil bercanda.
Terkait sarung, Dedi memilih untuk menghubungkannya dengan kosmologi kesundaan yang bercerita tentang kisah “Lutung Kasarung”. Berdasarkan kisah tersebut, kata Dedi, Lutung Kasarung merupakan pewaris tahta kerajaan yang mengalami cobaan berupa pengasingan di hutan belantara, sebelum akhirnya diangkat menjadi pemimpin.
Budayawan Sunda ini mengatakan, sarung berfungsi sebagai media kaderisasi kepemimpinan. Sebab saat seseorang memakainya, ada banyak peraturan yang tidak boleh ia langgar akibat penggunaan sarung tersebut.
Dedi pun sempat membagi “sarung” menjadi dua suku kata. Yaitu, “sa” sebagai lambang keinginan manusia dengan segala unsur penciptaannya yang terdiri dari tanah, air, udara dan matahari.
Unsur material inilah yang menurut dia harus dikurung. Hal ini tercermin dari suku kata yang kedua yakni “rung”. Jika seluruh unsur material ini mampu dikurung, maka unsur hakikat kemanusiaan  dalam diri manusia yakni ruh akan semakin menguat.
“Segala ketamakan manusia yang tercermin dari keempat unsur tersebut harus dikurung,” ungkapnya.(rls)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *