Jakarta, SpiritNews-Pelatihan kerja perlu diintegrasikan dengan pendidikan formal agar ada proses penyetaraan antara level kompetensi dengan level pendidikan. Pasalnya, tingkat pengangguran terbuka Indonesia berdasarkan pendidikan yang ditamatkan cukup membahayakan.
Banyaknya lulusan perguruan tinggi menganggur karena adanya ketimpangan antara profil lulusan universitas dengan kualifikasi tenaga kerja siap pakai yang dibutuhkan oleh dunia industri.
“Pendidikan formal dan pelatihan kerja merupakan faktor utama yang mampu mendorong daya saing tenaga kerja Indonesia. Alangkah baiknya bila keduanya terintegrasi, saling menguatkan,” kata Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), M. Hanif Dhakiri saat menerima Yayasan Seribu Anak Bangsa di Kantor Kemnaker, Jakarta Selatan, Jumat (7/4/2017).
Dalam setahun terakhir, kata Hanif, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka pengangguran terbuka lulusan perguruan tinggi meningkat signifikan.
Tercatat, pada Februari 2016 tingkat pengangguran terbuka (TPT) lulusan perguruan tinggi mencapai 695.304 orang dari sebelumnya 653.586 orang.
“Syarat formal pendidikan memang penting. Tapi kompetensi akan lebih diutamakan ketimbang gelar. Jadi sekarang yang dibutuhkan adalah orang-orang yang berpengalaman, punya keahlian, lulus uji kompetensi dan mendapat sertifikat kompetensi. Inilah yang bisa masuk pasar kerja internasional,” kata Hanif.
Dengan sertifikat kompetensi yang terstandar, lulusan perguruan tinggi memiliki daya saing untuk masuk dalam pasar kerja nasional, regional, ataupun internasional. Dengan demikian, tenaga kerja terampil dan terdidik Indonesia mampu berkompetisi dalam era Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Menaker juga mengimbau dunia industri untuk tidak hanya terfokus melihat latar belakang pendidikan formal dalam merekrut karyawan. Industri juga harus mempertimbangkan kompetensi yang dimiliki oleh pencari kerja dengan bukti sertifikat kompetensi.
“Jadi dalam perekrutan kerja bisa dicantumkan, lulusan SMA atau sederajat, atau memiliki sertifikat kompetensi level sekian,” imbuh Menaker.
Selain itu, Menaker menegaskan pihaknya telah menghapus syarat latar belakang pendidikan formal untuk mengikuti pelatihan di Balai Latihan Kerja (BLK). “Kalau terlalu banyak syarat, BLK sulit diakses oleh masyarakat,” papar Menaker.
Dengan demikian, calon peserta pelatihan kerja yang hanya lulusan SD maupun SMP juga dapat diakomodir oleh BLK. Apalagi, saat ini sebagian besar penganggur yang jumlahnya mencapai 7.03 juta orang hanya mengantongi lulusan SD dan SMP.
Saat ini, Kemnaker juga memfasilitasi peserta pelatihan yang berasal dari seluruh Indonesia melalui adanya kelas Boarding yang menyediakan sarana dan prasarana pelatihan dari awal hingga usai.
Kelas Boarding ini disediakan sebanyak tiga puluh persen dari jumlah pelatihan di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) Bekasi, BBPLK Bandung, dan BBPLK Serang.
“Selama ini banyak lulusan SD maupun SMP yang masih berusia produktif namun kesulitan memasuki pasar kerja. Karena itu harus dilengkapi dengan kompetensi dan keterampilan kerja sehingga siap terserap pasar kerja dengan lebih cepat,” ujarnya.
Berdasarkan data Kemnaker jumlah BLK ada totalnya 279. Sebanyak 17 dimiliki pusat dan 262 BLK dimiliki pemda Provinsi, Kab/kota. Menaker berharap, fasilitas ini dapat dimanfaatkan masyarakat untuk meningkatkan kompetensi dan terserap di pasar kerja yang ada.(sam)