Karawang, SpiritNews-PT Pindo Deli Plup and Paper diduga menyerobot lahan warga Desa Mulyasejati, Kecamatan Ciampel seluas kurang lebih 50 hektare.
Ketua BM PAN Karawang Dadi Mulyadi mengatakan, warga sebagai pemilik lahan yang sah belum pernah melakukan jual beli lahan tersebut kepada siapapun.
“Lahan warga seluas 50 hektar itu belum pernah diperjual-belikan dengan siapapun. Kenapa tiba-tiba objek tanah tersebut ada di dalam penguasaan PT Pindo Deli Plup and Paper,” kata Dadi kepada SpiritNews, Rabu (3/5/2017).
Dadi sebagai pendamping warga pemilik lahan tersebut mengatakan, perusahaan konglomerasi besutan Sinar Mas itu seringkali terlibat konflik dengan masyarakat. Bukan hanya konflik agraria, juga permasalahan pencemaran lingkungan, seperti Sungai Cibeet dan Sungai Citarum.
“Sungai Citarum dan Cibeet yang dulu elok, airnya dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari mandi, minum juga mengairi lahan pertanian sebagian besar masyarakat Karawang. Kini tercemar oleh limbah B3 yang diproduksi oleh pabrik-pabrik, salah satu PT Pindo Deli Pulp and Paper,” katanya.
Penyerobotan lahan dan pencemaran lingkungan diduga oleg PT Pindo Deli Pulp and Paper ini terkesan dibiarkan oleh pemerintah. Bahkan, pejabat BPN Karawang terindikasi telah menerima suap dari PT Pindo Deli Pulp and Paper.
“Ada indikasi suap kepada pejabat BPN Karawang untuk mempercepat proses penerbitan sertifikat HT (hak tanggungan) sebagai prasyarat pencairan dana pinjaman PT Sinar Mas terhadap Bank milik tiongkok atau CDB (Chines Depelovement Bank) pada tahun 2015 sebesar Rp 19,5 triliun,” tegasnya.
Skenario yang dimainkan oleh konglomerasi bersama birokrat yang korup, kata Dadi, dengan dalih investasi. Sehingga, legitimasi hukum positif jauh dari rasa keadilan. Bahkan, hukum menjelma sebagai alat untuk kepentingan penguasa atau rule by the law. “Rakyat kecil yang harus menerima akibat penindasan tersebut,” tandasnya.
Dia menyadari bahwa iklim investasi di Kabupaten Karawang, Jawa Barat semakin menggeliat dan berdampak terhadap perkembangan pembangunan dan perekonomian masyarakat.
Dalam hal ini, jelasnya, Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Karawang mendukung dengan memberikan kelonggaran terhadap pelaku usaha makro yang dilegitimasi oleh Perda Tata Ruang dan Tata Wilayah yang sangat terbuka untuk kepentingan investasi.
Akan tetapi, Pemkab Karawang harus mempertimbangkan dampak sosial, akibat perkembangan tersebut. Sebab, konflik agraria dan lingkungan hidup pasti terjadi.
“Parahnya lagi, ada keterlibatan kaum birokrat, penegak hukum bersekutu dengan pemilik modal,” ujarnya.
Lebih lanjut dikatakan, di Kabupaten Karawang sudah banyak contoh konflik agraria yang dampak negatif kepada masyarakat.
Seperti konflik agararia di tiga desa Kecamatan Telukjambe Barat dengan Agung Podomoro Land (APL), konflik petani Kutatandingan dengan PT Pertiwi Lestari yang berujung penggusuran dan kriminalisasi 11 orang di penjara.(sir)