Kabupaten Sukabumi, SpiritNews-Spanduk bertuliskan penolakan dan himbauan larangan rentenir atau bank keliling terpampang di Desa Tenjolaya, Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi.
Spanduk ini merupakan bukti perlawanan warga terhadap praktik rentenir.
Tokoh masyarakat Desa Tenjolaya, Usman Sukandi (55) mengatakan, praktik bank keliling selama ini bukan solusi permodalan bagi masyarakat kecil.
“Uang belum dipakai, besoknya sudah di tagih. Bisa jadi akan merugikan si peminjam,” kata Usman, di Sukabumi, Sabtu (6/5/2017).
Selain itu, Usman curiga, para bank keliling ini tidak memiliki izin resmi untuk dalam menjalankannya usahanya. Hal itu terlihat dari cara transaksi pembayaran oleh debitur terhadap kreditur.
“Bukti pembayaran hanya secuil kertas bertuliskan angka. Lazimnya Bukti pembayaran bitu harus tertulis telah menerima setoran dari seseorang untuk angsuran pembayaran pinjaman,” tukas dia.
Praktik rentenir bank keliling ini sebenarnya sudah berjalan lama, khususnya di Desa Tenjolaya.
“Kalau dulu, kebanyakan yang menjalankannya usaha bank keliling itu koprasi simpan pinjam. Kalau sekarang, ada yang perorangan,” terangnya.
Ia menilai, masyarakat mau meminjam uang ke rentenir atau bank keliling ini, karena tidak ada proses administrasi seperti perbankan.
“Ada yang bilang, cukup foto copy KTP, sudah bisa pinjam uang hingga Rp 500 ribu, pada pinjaman pertama,” tandas Usman.
Usman menyebutkan, Pemerintah harus memberangus praktik bank keliling dan praktik rentenir.
“Harus ada penertiban dengan melibatkan baparat hukum. Sebab praktik ini saya rasa tidak sesuai dengan aturan perbankan,” tegasnya.
Senada dengan Usman, Ketua Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Mahardika, Yusep Muaharam mengatakan, Dinas Perdagangan Koperasi dan UKM Kabupaten Sukabumi harus berperan aktif untuk menertibkan rentenir berkedok koperasi.
“Banyak bank keliling ini dalam menjalankannya aktivitas nya menggunakan badan hukum koperasi. Sementara dalam aturan koperasi, bahwa dalam proses simpan pinjam, mengutamakan anggota koperasi dengan suku bunga sesuai musyawarah dan tidak lebih dari lima persen. Namun kenyataannya, bank keliling ini mematok bunga 20 persen,” terang Yusep.
Ia menyebutkan, bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh oknum bank keliling itu, bisa melaporkan ke Badan Penyelesaian Sengketan Konsumen (BPSK). “Kami siap mendampingi masyarakat yang merasa dirugikan,” katanya.(ony)