Begini Kesan Dedi Mulyadi Soal Rangkaian Ibadah Umroh

  • Whatsapp

Purwakarta, SpiritNews-Bupati Purwakarta, Dedi Mulyadi beserta rombongan sudah tiba di Tanah Suci Mekah, Selasa (16/5/2017) dini hari untuk menjalankan ibadah umroh. Pria yang kini gemar mengenakan peci hitam tersebut bahkan terlihat mengabadikan momen ia dan keluarganya di Masjid al Haram, usai melaksanakan Sholat Shubuh berjamaah melalui fitur live pada akun Facebook-nya.
Dalam salah satu video live tersebut, Dedi mengatakan, makna dibalik rangkaian ibadah umroh yang dia jalani bersama anggota rombongan. Diantaranya, ia berbicara terkait “Thawaf” yakni mengelilingi Kakbah sebanyak 7 kali.
Dalam kesan yang ia dapat, ber-thawaf merupakan simbol dari pelaksanaan aktifitas sehari-hari dalam seminggu yang berjumlah 7 hari. Sementara mata kiri yang melihat Kakbah saat thawaf menurutnya adalah kesan bahwa kehidupan ini terpusat pada Dzat Yang Tunggal yakni Allah SWT.
Dalam rangkaian Thawaf Dedi dan rombongan lebih memilih untuk ber-thawaf di lingkar terluar untuk memberikan kesempatan kepada jemaah umroh lain agar dapat mendekati Kakbah dan mencium Hajar Aswad.
Selain itu, sebagai kepala rombongan, cara ini dipilih oleh Dedi agar jemaah lain tidak terinjak dan anggotanya tidak berebut untuk mencium batu hitam yang menurut keterangan dibawa oleh Nabi Adam AS dari Surga tersebut.
“Bagi para pecinta Allah dan Rasul-Nya, itu (mencium Hajar Aswad) tidak masalah. Akan tetapi yang terpenting bagi kita adalah jangan sampai upaya keras tersebut malah merugikan diri kita dan menyakiti orang lain,” jelas Dedi melalui akun Facebook-nya.
Dedi juga terkesan terkait pakaian ihram yang ia kenakan. Menurutnya, pakaian tersebut menjadi pengingat bagi siapapun pada kematian. Bahwa kelak saat meninggal, manusia hanya akan dibungkus oleh kain seadanya tanpa perhiasan apapun.
Rukun Umroh lain yakni Sa’i juga turut menyita perhatian Dedi. Sebagaimana diketahui, Sa’i merupakan aktifitas berlari kecil dari Bukit Shafa menuju Bukit Marwa, kegiatan yang tidak boleh tidak, harus dilakukan oleh para jemaah ini merupakan refleksi dari perjuangan seorang Ibu yakni Siti Hajar saat mencari air untuk puteranya Ismail ketika ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim—Ayah Ismail—karena harus melaksanakan perjalanan menuju Palestina.
“Ini simbol perjuangan seorang Ibu,” ungkap Dedi lirih karena teringat Almarhumah Ibundanya.
Sedangkan Tahalul, yakni prosesi memotong sebagian kecil rambut, biasanya dilakukan setelah Sa’i.
Menurut Dedi merupakan refleksi bahwa manusia tidak boleh terlena bahkan memuja mahkota dirinya. Kesan dalam Tahalul menurutnya adalah bahwa manusia harus senantiasa memiliki kerendahan hati dalam menjalani kehidupan.
“Rambut itu bagian paling atas dari diri manusia, untuk menutup rangkaian ibadah ini harus dipotong. Itu simbol kerendahan hati,” pungkasnya.
Tak lupa, pria yang tengah menjalani masa jabatan yang kedua di Purwakarta tersebut terlihat mendoakan seluruh warga Purwakarta dan Jawa Barat pada khususnya dan warga Indonesia pada umumnya.(rls)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *