Kabupaten Aceh Selatan, SpiritNews-Forum Mahasiswa dan Pemuda Selatan Raya Aceh (MeuSeRaYA) mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi pengelolaan sektor pertambangan di Aceh Selatan.
Sekjen MeuSeRaYA, Delky Nofrizal Qutni mengatakan, perizinan pengurusan tambang di Provinsi Aceh khususnya di Kabupaten Aceh Selatan sangat mudah. Terbukti sudah banyak perusahaan tambang yang telah mengantongi izin usaha pertambangan (IUP).
Dikatakan, kemudahan perusahaan pertambangan mendapatkan IUP di Aceh Selatan, diduga karena ada oknum mafia pertambangan yang bermain secara transaksional dengan oknum pejabat tertentu di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan untuk memuluskan pengurusan izin tambang selama ini.
“Kami meminta KPK agar segera mengusut indikasi korupsi pengelolaan sumber daya alam (SDA) sektor pertambangan di Aceh Selatan. Ini kami nilai merugikan dan meresahkan masyarakat, sebab izin usaha pertambangan diklaim secara sepihak oleh perusahaan itu banyak yang masuk dalam hutan lindung, hutan produksi bahkan kebun milik masyarakat,” kata Delky kepada SpiritNews, Senin (5/6/2017).
Menurutnya, mulusnya pengurusan izin tambang di Aceh Selatan tersebut tidak terlepas dari adanya indikasi suap dan konsensus-konsensus tertentu yang melibatkan oknum yang memegang peran strategis di pemerintahan setempat.
“Terhitung sejak bulan April tahun 2008 perusahaan-perusahaan tambang mineral dan batu bara (minerba) mulai marak beroperasi di Aceh Selatan sedikitnya seluas 62.967 hektar,” kata pemuda yang sejak 2011 ini berjuang melawan maraknya pertambangan di Bumi Pala itu.
Ia memaparkan, berdasarkan data dari Dinas Pertambangan Energi dan Sumber Daya Mineral Aceh Selatan per 31 Maret 2014, terdapat 19 perusahaan tambang mineral dan batu bara yang telah mengantongi IUP.
Ke 19 perusahaan tersebut masing-masing adalah, satu perusahaan pertambangan mangan yakni PT Commerce Ventural Coal dengan luas lahan yang dikuasai mencapai 3.710 Ha.
Enam perusahaan pertambangan emas masing-masing yakni PT Bintang Agung Mining (5.000 Ha), PT Mulia Kencana Makmur (5.000 Ha), PT Anelka Mining Nasional (9.998 Ha), PT Arus Tirta Power (10.000 Ha), PT Aspirasi Widya Chandra (10.000 Ha), PT Multi Mineral Utama (1.000 Ha), Beri Mineral Utama (1.000 Ha).
Kemudian sebelas perusahaan pertambangan bijih besi yaitu PT Pinang Sejati Utama (814 Ha), KSU Nikmat Seupakat (126,6 Ha), KSU Tiega Manggis (200 Ha), Kopinkra Putroe Ijoe (200 Ha), Koperasi Mutiara Karya (171,4 Ha), KSU Batu Ilham (200 Ha), PT Citra Agung Utama (2.000 Ha), PT Rimba Cahaya (3.423 Ha), PT Songo Abadi Inti (2.268 Ha), PT Lariza Citra Mandiri (2.000 Ha), dan PT Dadi Kayana Abadi (5.856 Ha).
“Dari jumlah itu, 5 perusahaan sudah mendapat Izin Operasi Produksi yaitu PT Multi Mineral Utama , Beri Mineral Utama, PT Pinang Sejati Utama, KSU Nikmat Seupakat, dan KSU Tiega Manggis. Sementara 12 perusahaan lainnya masih sebatas mendapat IUP Eksplorasi,” jelasnya.
Namun demikian, tambah Delky, hal yang lebih ironisnya, Pada tahun 2013 saja, Jaringan Monitoring Tambang (JMT) mencatat ada beberapa Izin usaha Pertambangan (IUP) di Aceh Selatan yang dikeluarkan yakni CV. Serbaguna, IUP Kopinkra Putro Ijo, PT Citra Agung Utama, PT Commerce Venture Coal, PT. Kuala Batee Indonesia.
“Semestinya tambang yang sudah beroperasi itu dihentikan, bukan justeru mengeluarkan izin lagi seperti pertambangan bijih besi baru lagi di kawasan Kluet Tengah. Izin dengan nomor 13 tahun 2014 untuk PT. Beri Mineral Utama yang berlaku hingga 24 Januari 2032. Begitupun beberapa IUP baru yang dikeluarkan pada tahun 2013,” sesal Delky.
Tak hanya itu, lanjutnya, hal yang sangat menyedihkan, pada tahun 2016 , pemerintah juga mengeluarkan izin nomor 522.561/BP2T/ 988/IUIPHHK/V/2016 untuk PT. Islan Gencana Utama (IGU) di kawasan Pasie Raja yang berlaku seumur hidup. Izin untuk pengambilan kayu yang diberikan tersebut tentunya juga akan merusak lingkungan dan menjadi pengundang bencana alam. “Ini saja ingin menenggelamkan Aceh Selatan. Mang nya gak dikirin bagaimana nasib masyarakat,” ujarnya prihatin.
Pemuda kelahiran Samadua Aceh Selatan itu secara tegas meminta agar KPK segera turun tangan mengusut indikasi korupsi sektor SDA di bumi Aceh Selatan.
“Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak 2016 lalu sedang mengincar dugaan korupsi yang terjadi pada 3.966 izin usaha pertambangan (IUP) di seluruh Indonesia. Maka kami sangat berharap agar KPK juga turun ke Aceh Selatan sehingga dapat mengusut persoalan pertambangan di Aceh Selatan. Toh, KPK pada februari 2016 silam telah bentuk Gerakan Nasional Mewujudkan Kedaulatan Energi (GNMKE), jadi tinggal turun ke Aceh Selatan,” tandasnya.
Disamping itu, kita juga mengapresiasi langkah ombusman perwakilan Aceh yang akan turun ke Aceh Selatan pada 12 juni 2017 mendatang.
“Kita berharap ombusman dapat bertindak sesuai kewenangannya untuk membongkar persoalan pertambangan di Aceh Selatan. Selain itu, juga perlu di cek, koq bisa-bisanya izin pengambilan kayu untuk PT. IGU itu seumur hidup, aneh banget. Terakhir, kami mengimbau semu pihak untuk menyelamatkan Aceh Selatan dari tindakan yang dapat menenggelamkan bumi pala tersebut,” pungkasnya.(mah)