Kabupaten Bireuen, SpiritNews-Prosesi pelaksanaan sidang lanjutan kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) bernilai Rp 155 miliar yang telah disita dari terdakwa MT (36) dilanjutkan di Pengadilan Negeri Bireuen, Senin (5/6/2017).
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Rista SH, Eko Jarwanto SH dan Hendra SH, menghadirkan empat dari enam saksi yang diminta Ketua Majelis Hakim M Fauzi SH, MH dan Hakim anggota Maulana Rifai SH, M,Hum.
Di persidangan, saksi-saksi menjelaskan bahwa, semua uang yang disita oleh negara itu adalah hasil usaha terdakwa MT selama 17 tahun silam.
Saksi tertua Jaswadi (47) mengatakan, dia mengenal Murtala sejak menjadi rekan bisnis tambak udang dua hingga tiga kali setahun menjual hasil tambaknya melalui dirinya ke penampung di Medan Sumut.
“Saya pernah menampung hasil panen udang Teger milik MT Pak Hakim sejumlah 11 ton lebih, dengan penghasilan dari penjualan tersebut bisa mencapai Rp 700 – 800 juta bahkan Rp 1 miliar lebih dengan perolehan Fee dari toke yang ada di Medan,“ kata Jaswadi.
Sementara saksi Mansur (41) selaku bahagian usaha milik Murtala di Negeri jiran Malasyia sejak 2001 sudah memulai buka Kedai Runcit empat pintu.
Kedai runcit tersebut menjual barang kelontong, rokok dan rempah lainnya yang beralamat di Choket dengan merek kedai “Setia Maju Interface”, dan menuai hasil pertahunnya mencapai Rp 2,3 Milyar pertahunnya. Dan dari keuntungan saya mendapat 30 persen dari MT.
Saksi ke tiga, Syukri Syahbuddin (28) menyebutkan kenal terdakwa MT sebagai pemodal dirinya mulai tender proyek hingga selesai pekerjaan.
“Dari keuntungan pengerjaan proyek karena telah dimodali MT maka membagi hasil 60 persen dan 40 persen, sehingga kami bisa sukses,” katanya.
Selain itu saksi ke empat, Mursal (27) menyebutkan bahwa MT adalah rekan bisnis dagang mobil baru dan bekas . Kami sering membeli Mobil dari Jakarta dan membawa pulang ke Aceh untuk menjualnya dengan tujuan meraih keuntungan yang besar.
Dalam kaitan tersebut terdakwa MT mebenarkan penjelasan saksi-saksi. Dan MT juga menjelaskan dirinya ke Malaysia untuk mengadu nasib ( Mencari Rizki) semenjak 17 tahun silam sejak dirinya SMA pada 1999.
“Saya mulai bekerja di satu pabrik sekaligus kerja sampingan dengan menjual rokok enceran. Dan itu saya lakukan selama dua tahun,” ujarnya.
Selama dua tahun membanting tulang, dengan sedikit uang mencoba mengubah nasib dengan membuka kedai rokok berukuran 4×4 , Dan kemudian dirinya Berjaya dan dapat memperbesar usaha dengan kedai dua pintu di Kuala Lumpur itu.
Terdakwa melanjutkan, mulai kejayaan itu dirinya membuka cabang-cabang kedai usaha di daerah Malaka pada 2003 dan di sana biasa meraih keuntungan bisa mencapai Rp 1 juta sehingga dapat membuka gudang rokok dengan pencapaian penghasilan mencapai Rp 3 miliar per tahun.
Menurut MT dia meneruskan dagangannya ke Aceh dengan mengelola 24 petak tambak, antara lain 2 petak milik orang tua (warisan), 20 petak milik warga yang disewa, dan 2 petak milik dirinya yang dibeli.
Kemudian semua itu diserahkan kepada masyarakat di kawasan Desa Mns Blang Peudada Kabupaten Bireuen untuk dikelola dengan perjanjian keuntungan sistem bagi hasil sebagaimana dilakukan orang lainnya.
“Alhamdulillah hasil yang diperoleh memuaskan dan per tahun keuntungan mencapai Rp 5 – 8 miliar. Dan uang tersebut langsung di deposito ke sejumlah bank yang ada di Bireuen, atas nama isteri bernama Atika Nur.
“Kita memiliki 3 rekening deposito di Bank BNI Cabang Bireuen Rp 20 miliar , Rp 29 miliar dan Rp 10 miliar atas nama isteri saya Atika Nur. Dan 2 rekening di Bank BRI Cabang Bireuen dengan menyimpan uang Rp 20 miliar dan Rp 40 miliar kemudian di Bank Mandiri Syariah sebagai Tabungan Haji keluarga, termasuk rekening deposito di Bank BPD Syariah dan pernah mendapatkan hadiah mobil Jazz,” kata MT.
Untuk mendengarkan keterangan saksi lainnya sidang dilanjutkan Senin, 12 Juni 2017 mendatang.(mah)