Kota Jakarta, SpiritNews-Pakar hukum pidana dari Universitas Al-Azhar Indonesia Suparji Ahmad menilai penetapan tersangka perkara dugaan korupsi pengadaan helikopter Augusta Westland (AW) 101 menyisakan banyak misteri dan bermuatan politis. Ini karena analisis kerugian negara belum terlihat jelas dari segi hukum.
Seharusnya, kata Suparji, analisis terkait kerugian negara dilakukan oleh lembaga berwenang yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Tidak boleh direka-reka sehingga terlihat ada unsur korupsi. Tapi, setelah investigasi singkat, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo dengan tegas mengatakan bahwa telah terjadi penyimpangan,” kata Suparji dalam diskusi di Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (7/6/2017).
Upaya Gatot untuk melakukan ‘bersih-bersih’ di internal TNI ini, kata dia, memang patut diapresiasi. Namun hendaknya dapat dilakukan secara proporsional.
Suparji khawatir jika dilakukan tidak secara proporsional dapat mengganggu solidaritas di internal TNI.
Terlebih, belakangan ini muncul dorongan politik yang ingin mengusung sang panglima dalam pemilihan umum 2019 mendatang.
“Karena, suka atau tidak suka, suasana ‘berkompetisi’ di antara kubu TNI Angkatan Udara dan TNI Angkatan Darat memang tidak bisa dihindari sejak lama,” ujarnya.
lebih jauh, Suparji juga mempertanyakan sikap Panglima TNI yang bersikeras untuk mengadili para tersangka di pengadilan militer.
Sebab, menurutnya, para tersangka bisa diadili di pengadilan koneksitas.
Sementara itu pengamat anggaran politik Ucok Sky Khadafi meragukan jumlah angka kerugian yang disebutkan Gatot.
Alasannya, menurut Ucok karena analisis terkait aliran dana pengadaan alat utama sistem pertahanan (alutsista) membutuhkan waktu panjang.
Ucok menuturkan, auditor harus membandingkan harga helikopter satu dengan yang lain, melakukan investigasi ke luar negeri, surat-menyurat, dan sebagainya.
“Maka akan makan waktu lama sekali. Apalagi masalah pengadaan alutsista selalu dirahasiakan, karena ini rahasia negara,” kata dia.
Negara diduga mengalami kerugian sebesar Rp220 miliar akibat korupsi pengadaan Helikopter AW 101 milik TNI AU.
Tiga pejabat TNI telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Pembuat Pejabat Komitmen (PPK) pengadaan barang dan jasa Marsekal Pertama FA, pemegang kas Letnan Kolonel BW, dan staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu Pembantu Letnan Dua SS.
Sementara KPK mengatakan, pihaknya masih mengumpulkan fakta dan data untuk menetapkan tersangka dari sipil atau nonmiliter.
Khususnya peran jajaran direksi PT Diratama Jaya Mandiri. Pihak Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI sendiri sudah memblokir rekening PT Diratama Jaya Mandiri sebesar Rp139 miliar.(*)