Jakarta, SpiritNews-Asosiasi Industri Olefin, Aromatik dan Plastik (Inaplas) meminta pemerintah membatalkan rencana pengenaan cukai plastik.
Sebab, kebijakan itu akan membuat investor plastik enggan menanamkan modalnya di Indonesia.
Wakil Ketua Inaplas Suhat Miharso mengatakan, pelaku usaha tetap menolak penekanan cukai plastik. Industri akan sangat dibebeni dengan kebijakan tersebut.
Selain akan menambah beban, kebijakan tersebut juga akan menghambat perkembangan industri plastik di Tanah Air.
“Dengan adanya cukai investor akan berpikir dua kali investasi di Indonesia,” ujarnya di sela-sela acara diskusi manajemen sampah plastik di kantor Kementerian Perindustrian, kemarin.
Menurut dia, banyak investor yang tertarik ingin menanamkan modalnya di Tanah Air. Pasalnya, permintaan plastik terus meningkat setiap tahunnya.
Produsen, kata dia, tahun ini menargetkan produksi plastik sebesar 6 juta ton. Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang mencapai 5,5 juta ton sampah plastik. Namun, kata dia, hal itu akan terhambat dengan kebijakan cukai.
Menurut Suhat, dasar pemerintah menarik cukai plastik berdasarkan hasil peneliti asing Jambeck juga menjadi pertanyaan.
Menurut dia, hasil penelitian asing menyebutkan jika Indonesia merupakan penyumbang sampah plastik di laut terbesar kedua di dunia setelah China.
“Kita (pengusaha) tidak terima begitu saja hasil penelitian tersebut,” ujarnya.
Karena itu, kata dia, Inaplas mengundang Jambeck untuk menjelaskan penelitian dan pola penelitiannya. “Kita ingin bandingkan hasil hitungan kita,” ujarnya.
Menurut dia, berdasarkan hasil hitungannya jumlah sampah Indonesia lebih rendah. Bahkan, berdasarkan hitungan Institut Teknologi Bandung (ITB) hasilnya jauh lebih rendah lagi jumlah sampah plastik kita.
“Kita akan kumpulkan asosiasi lainnya untuk membahas ini. Setelah diketahui hasil kita akan sampaikan ke publik,” ujarnya.
Diharapkan, dengan hitungan bersama ini bisa memberikan masukan kepada pemerintah supaya bisa mengambil keputusan yang tepat.
“Selama ini hasil penelitian itu dijadikan alasan untuk menarik pajak, cukai dan pungutan lainnya,” katanya.
Selain itu, dia juga menolak, wacana pembelakukan kebijakan produsen palatik harus bertanggung jawab terhadap sampah plastik buatannya.
Menurut dia, sebenarnya yang harus dibenahi untuk menekan sampah plastik adalah manajemennya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pemerintah bakal mengkaji pengenaan cukai pada plastik tahun depan.
“Kami akan memperluas objek kena cukai seperti plastik di 2018,” ujar Menkeu Sri di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.
Menurutnya, plastik merupakan barang yang sering dianggap berbahaya. Untuk itu, pemerintah perlu mengendalikan peredaran barang plastik.
Sri Mulyani menambahkan, penambahan objek pajak plastik ini memang sudah diajukan pada tahun ini. Namun, lanjutnya, masih banyak kendala yang membuat penerapannya mundur.
“Yang selama ini ada di APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) kan ada plastik tapi belum dijalankan. Karena berbagai macam kendala didalam pelaksanaanya,” jelasnya.
Selain penambahan cukai plastik, pemerintah juga akan menggunakan informasi perbankan untuk memperkuat perpajakan.
Menurut menkeu, dua instrumen yakni pajak dan bea cukai masih menjadi penerimaan utama pemerintah.
“Kami akan terus mendalami potensi pajak non migas yang sebesar Rp 751 triliun, tapi ini akan tergantung dengan keadaan ekonomi,” pungkasnya.(*)