Kota Jakarta, SpiritNews-PT PLN (Persero) saat ini tengah digempur serangan yang menyatakan tarif listrik naik dalam 3 bulan terakhir.
Pihak PLN menyatakan tidak ada kenaikan tarif, melainkan pencabutan subsidi untuk sebagian pelanggan yang dianggap mampu menurut data Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K).
Adapun pencabutan subsidi dilakukan untuk pelanggan mampu berdaya listrik 900 VA. Jadi mereka yang dianggap mampu listriknya tidak disubsidi, dan tarifnya mengikuti keekonomian, alias naik.
Kebijakan yang disebut subsidi listrik tepat sasaran ini mulai berlaku 1 Januari 2017.
Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, mengatakan ada 46 juta rumah tangga menerima subsidi listrik, yaitu 23 juta rumah tangga daya 450 VA dan 23 juta rumah tangga daya 900 VA.
Sedangkan data TNP2K untuk rumah tangga dengan kesehjahteraan 40% terendah (atau miskin) hanya 25,7 juta.
Berarti ada rumah tangga yang tak berhak namun membayar listrik dengan tarif bersubsidi.
Kebijakan Subsidi Tepat Sasaran hanya bagi konsumen Rumah Tangga 900 VA, sedangkan untuk konsumen 900 VA lainnya seperti Sosial, Bisnis kecil, Industri kecil, dan Kator Pemerintah, masih tetap bersubsidi.
“Tidak ada kenaikan listrik dalam 3 bulan ini. Listrik 2014 sampai 2016 turun jauh, coba cek dan bandingkan rekening anda.
Kami melakukan efisiensi Rp 42 triliun di 2015 dan tarif listrik turun drastis,” jelas Sofyan dalam acara buka puasa bersama di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (15/6/2017).
Sofyan menjelaskan, selama ini banyak pelanggan listrik 900 VA yang termasuk golongan masyarakat mampu namun mendapatkan subsidi.
Seperti pemilik rumah kos-kosan yang menggunakan sejumlah meteran 900 VA untuk mengakali mendapatkan subsidi listrik.
“Jadi orang mampu bahkan menerima subsidi lebih besar dari yang miskin,” katanya.
Soal tarif listrik ini, Sofyan mengatakan, dirinya akan terus melakukan efisiensi biaya pokok penyediaan (BPP) listrik di PLN. Bila makin efisien, maka tarif listrik akan turun.
Sejak 2015, lanjut Sofyan, PLN telah melakukan efisiensi BPP dari mulai bahan bakar hingga kabel, dengan jumlah Rp 42 triliun. Lalu di 2016 ada lagi efisiensi yang bisa ditekan senilai Rp 6 triliun.
Beragam efisiensi telah dilakukan PLN, utamanya adalah dari pengalihan bahan bakar untuk mencari yang paling murah.
Dari efisiensi ini, pasti banyak pengusaha pemasok BBM atau bahan bakar lain ke PLN yang tidak bisa lagi mendapatkan keuntungan.
Namun, efisiensi ini harus dilakukan, sehingga PLN bisa menekan harga atau tarif listriknya kepada masyarakat.
“Pestanya selesai. Mari kita makan pagi, siang, dan malam saja. Pengusaha rekanan kami tetap untung tapi tidak berlebihan,” imbuh Sofyan.
Dia mencontohkan bahan bakar batu bara di tengah kenaikan harga saat ini.
Sofyan mengatakan, PLN berencana meminta konsesi batu bara ke Kementerian ESDM.
Dari konsesi tersebut, perusahaan listrik negara ini akan memproduksi batu bara untuk stoknya sendiri.
“Kita bisa menghemat Rp14 triliun dari batu bara di tengah harganya yang naik,” ungkap Sofyan.
Dia mengatakan, Indonesia merupakan negara dengan cadangan batu bara nomor 19 di dunia, tapi eksportir batu bara nomor 3 terbesar dunia.
Harga batu bara di dalam negeri mahal, karena pengusaha banyak dapat pesanan dari mana-mana.
Batu bara Indonesia yang orientasinya ke ekspor, saat ini harganya mahal meski untuk kebutuhan dalam negeri lewat kebijakan Domestic Market Obligation (DMO).
Pada kesempatan itu, Sofyan juga mengatakan soal sikap PLN tentang energi terbarukan seperti panas bumi.
Namun dia meminta pengusaha yang mengembangkan panas bumi tidak menjual listriknya ke PLN terlalu mahal.
Sofyan mencontohkan ada perusahaan panas bumi yang biaya operasinya US$ 6,4 juta per Mega Watt (MW).
“Padahal kalau saya cek ke luar, investsai panas bumi itu hanya US$ 2 juta dolar, sehingga tarif listrik bisa aman. Alasan mahal karena dikembangkan di daerah sulit,” ujar Sofan.
“Saya bilang apakah tidak bisa pakai panas bumi yang lebih dekat dengan akses infrastruktur,” tambahnya.(SpiritNews/Detik)