Jakarta, SpiritNews-Tim Satuan Tugas (Satgas) Pangan berhasil menindak sekitar 212 kasus permainan harga dan ketersediaan pangan selama Ramadan 1438 Hijriah dengan berbagai macam komoditas.
Untuk diketahui, Satgas Pangan adalah tim yang dibentuk Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) bersama Kementerian Pertanian, Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog), dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) jelang Ramadan 1438 Hijriah lalu.
“Seingat saya, ada 212 (kasus) yang sudah ditindak se-Indonesia oleh kepolisian dari tingkat pusat, daerah, hingga resor.
Hampir berbagai macam komoditas mulai dari bawang putih, cabai, beras,” kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (5/7/2017).
Dia menjelaskan, sebanyak 212 kasus itu terbagi menjadi dua yakni 105 kasus terkait bahan kebutuhan pokok, sedangkan sisanya merupakan kasus bahan kebutuhan nonpokok.
Tito menuturkan, jumlah kasus yang diungkap oleh Satgas Pangan ini merupakan indikator keberhasilan.
Sebab, lanjut dia, berbagai pengungkapan ini berhasil menjaga kestabilan harga di pasar dan mencegah terjadinya inflasi yang disebabkan oleh harga pangan.
“Harganya stabil dan yang penting tidak terjadi inflasi. Jadi 212 kasus yang kami sudah tangkap bersama-sama tim ini,” kata mantan Kapolda Metro Jaya itu.
Tito pun menyampaikan, Satgas Pangan akan tetap bekerja meskipun Operasi Ramadniya 2017 telah berakhir.
Menurutnya, tim yang diketuai Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Setyo Wasisto ini akan fokus untuk mengawasi harga dan ketersediaan beras.
Jenderal polisi bintang itu menyampaikan, langkah ini ditempuh karena perputaran uang pada komoditi beras merupakan yang terbesar, mencapai Rp487 triliun per tahun.
“Uang yang beredar untuk beras ini hampir Rp 487 trliun. Target Presiden dengan Menteri Pertanian itu bisa turun stabil,” kata dia.
Menurut Tito, petani yang berjumlah 56 juta orang hanya mendapat keuntungan sebesar Rp60 triliun.
Sementara di tingkat pedagang yang hanya berjumlah 400 ribu orang meraup keuntunggan sampai Rp 133 triliun.
“Itu (keuntungan) dua kali lipat. Nah ini kami melihat terjadi ketidakseimbangan,” kata Tito.
Selain masalah ketimpangan keuntungan, tambah dia, kepolisian juga akan membantu pengawasan di jalur distribusi sehingga mafia-mafia beras tidak menimbun atau memainkan harga beras.
Bahkan kepolisian dan pihak terkait akan membahas masalah beras dan mengevaluasinya dalam dua pekan sekali.
Sementara itu Menteri Pertanian Amran Sulaiman menjelaskan, ketimpangan keuntungan antara petani dan pedagang harus ditanggulangi.
Pasalnya jika dihitung berdasarkan skala individu, satu petani hanya untung Rp1,2 juta.
“Kami beri ruang petani karena mereka yang berproduksi selama 120 hari. Sementara pedang untungnya Rp133 triliun dibagi 400 ribu pedagang, per orang terima Rp100 juta sampai Rp300 juta,” kata dia.
Amran juga mengupayakan harga beras bisa berkurang Rp1.000 dari harga normal di pasar. Kebijakan itu diambil di luar dari petani.
“Petani harga yang menguntungkan enggak boleh turun. Itu sudah dijamin oleh pemerintah. Kami inginkan adalah disparitas yang tinggi ini dari Rp7 ribu ke Rp10 ribu. Sehingga tiga-tiganya senang,” tutur Tito. (SpiritNews)