
Kota Sabang, SpiritNews-Ratusan orang yang memberikan dukungan moral kepada Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Kota Sabang menjadi pendamping hukum terhadap korban penangkapan gula yang dilakukan oleh Polres Sabang.
Ketua YARA Kota Sabang, T. Indra Yoesdiansyah menilai Polres Sabang semena-mena melakukan penangkapan tanpa mengindahkan Sabang sebagai Kawasan Bebas sesuai UU No. 37 Tahun 2000 , UU No. 11 Tahun 2000, serta PP No. 83 Tahun 2010. Dalam perundang-undangan itu, Kawasan Sabang merupakan “Bebas Tata Niaga”.
“Pemasukan dan pengeluaran barang dari dan ke Kawasan Sabang Bebas Tata Niaga dan tidak diperlukan perizinan seperti yang berlaku di wilayah Indonesia lainnya, karena Kawasan Sabang terpisah dari wilayah pabean Indonesia,” kata Indra kepada SpiritNews, Kamis (6/7/2017).
Dia mengajak seluruh elemen masyarakat Sabang untuk peduli terhadap kemajuan daerah dan harus berjuang untuk melawan bagi siapa saja yang punya niat mau menggangu “keberadaan” Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan segala kewenangan yang sudah dilimpahkan.
“Inilah masa depan ekonomi Sabang, sekaligus masa depan ekonomi Aceh, jika masih ada kekurangan disana sini mari sama-sama kita benahi. Ada sebuah kata bijak yang mengatakan, merusak itu lebih mudah daripada memperbaiki. Artinya, berbuat kebaikan itu butuh perjuangan. Saya mengimbau, jangan mudah diprovokasi atau di adu domba sehingga pada akhirnya kita juga yang dirugikan,” tegasnya.
Menurutnya, Undang Undang Nomor 11 tahun 2006 atau lebih dikenal dengan UUPA adalah undang-undang yang sangat istimewa, berbeda dengan undang-undang pemerintahan daerah lainnya, baik dari cara memperolehnya maupun kandungan dalam batang tubuh serta pasal demi pasalnya.
Khusus kasus ini, pada Pasal 167 ayat (1) yang menyatakan bebas tata niaga dan tidak diperlukan perizinan seperti daerah lainnya. Ini menjadi suatu yang istimewa dan berbeda, sehingga berbagai peraturan kementerian yang mengatur tentang SNI, Kode HS, NPPBKC, NIK, dan lain lain sebagainya yang masih tetap berlaku di kawasan Sabang.
Penangkapan yang dilakukan Polres Sabang ini sangatmenggangu iklim usaha di kawasan Sabang, terutama dalam bidang ekspor-impor.
Dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2000, kata Indra, pemerintah telah mengembalikan status Sabang sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Sabang. Tujuannya, untuk menjadikan Sabang sebagai Lokomotif Ekonomi Aceh dan sebagai Kawasan Perdagangan Terkemuka di dunia.
“Kami berharap, semua pihak untuk bersama-sama mendukung upaya pemerintah tersebut, bukannya menghalang-halangi keberadaan kawasan Sabang. Apalagi mencoba menghambat kemajuannya dengan berbagai alasan yang pada akhirnya merugikan dunia usaha dan kesempatan kerja bagi masyarakat,” tegasnya.
Dalam penangkapan gula di rumah-rumah penduduk di dalam kawasan Sabang oleh Polres Sabang beberapa waktu lalu, polisi menahan enam orang atas tuduhan penimbunan. Perlu dikaji ulang bagaimana yang dimaksud dengan penimbunan, apakah pada saat itu terjadi kelangkaan stok gula di pasaran, atau apakah jumlah gula yang ditangkap melebihan persedian di gudang-gudang importir.
Sehingga masyarakat dituduh melakukan penimbunan, dan jika permasalahan ini tidak mempunyai dasar hukum yang jelas, Polres Sadang harus bertanggung jawab, karena sudah menyebabkan nama baik masyarakat terhina, dan sudah memberikan “efek jera” (sock therapy) terhadap dunia usaha, sekaligus membangun opini negatif terhadap berkembangan sebuah kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas sabang.(mah)