Banda Aceh, SpiritNews-Pengadilan Tipikor, Banda Aceh menggelar sidang perkara dugaan korupsi dana Rumah Tidak Layah Huni (RTLH) Bener Meriah tahun 2013 Rp 1,9 miliar, Jumat(15/7/2017). Mantan Kadis Sosial Bener Meriah, Drs Juanda menyebutkan mantan Wakil Bupati, Rusli M Saleh menerima dana Rp15 juta dan memerintahkan membagikan sisa dana ke sejumlah oknum polisi.
Pada sidang dengan agenda nota pembelaan dari para terdakwa tersebut, Juanda membeberkan, pelaksanaan rehab RTLH selesai pada desember 2013. namun dirinya hanya mendapatkan laporan 41 unit rumah dari pihak komite, sedangkan sisanya tidak diketahui, karena sampai saat ini tidak ada laporan.
“Karena Wakil Bupati minta-minta terus, ya akhirnya ketua Komite Bener Maju, Marzuki menyerahkan uang kepada saya Rp 41 juta yaitu pada 3 Februari 2013. pada hari itu juga uang saya antar ke Rusli M Saleh di pendopo. Setelah mengambil Rp 15 juta dan Rp 5 juta untuk kebutuhan beras pekerja kebun kopi di kampong saying Pinto Rime, sisanya disuruh bagikan ke oknum perwira Reskrim Polres Bener Meriah,” sebut Juanda.
Sesuai perintah Rusli M Saleh, jelas Juanda, uang itu dibagi-bagikan ke sejumlah oknum, masing-masing Rp15 juta untuk mantan Kasat Reskrim AKP Mahliadi, Rp 5 juta untuk membeli beras penjaga kebun wakil bupati di Sayeng, Pintu Rime Rp 2 Juta untuk mantan Kasat Intel Rudi Patar, Rp 1 juta untuk membeli semen kolam milik mantan Kapolres AKBP Cahyo Hutomo.
Kemudian, Rp 1 juta beli ban mobil dinas Polsek Buket, sisanya memperbaiki mobil rescue dinas sosial. Itupun tidak cukup. Kata Terdakwa Juanda uang itu diantar langsung ke para pihak tersebut oleh supir pribadinya Lal Aotar. Tapi sayangnya, supir tersebut tidak pernah diperiksa sebagai saksi oleh penyidik di kepolisian maupun di kejaksaan.
Dijelaskan juga, uang Rp 41 juta sudah lama diminta-minta oleh Rusli M Saleh kepada terdakwa, bahkan sejak baru keluar DPA dana RTLH pada April 2013. “Saya tidak menikmati uang itu sepeserpun, saksi ada, semua sudah dibagi-bagikan ke nama-nama yang telah saya sebutkan itu, tapi anehnya saya yang jadi tersangka dan terdakwa, ini benar-benar zalim,” terang Juanda.
Di depan ketua majelis hakim, Faisal Adami, terdakwa Juanda memaparkan oknum Reskrim Polres Bener Meriah berusaha memeras dirinya meminta uang Rp 200 juta untuk menutup kasus RTLH. Bahkan dua kali, yang pertama disampaikan oknum Reskrim Polres Bener Meriah Bantasam Efendi via pihak komite yang juga jadi terdakwa Jawahardi dan Zahrianto pada Oktober 2014.
Kemudian, pada 22 Februari 2015, oknum Polisi Agus Riadi mengaku diperintahkan oleh Kasat Reskrim Kristanto Situmeang dan Kanit Hutapea untuk menjumpai dirinya. “Katanya saya harus menyediakan uang Rp 200 juta untuk menutup kasus. Saya diberi waktu dua hari untuk menyediakan dana itu,” ujar Juanda.
Merasa tidak bersalah , Juanda tidak menanggapi permintaan itu, sekaligus tidak memiliki dana sebesar sejumlah diminta. Selang dua hari kemudian tepatnya pada 24 Februari 2015, Kapolres Bener Meriah AKBP Wawan Gunawan menyampaikan ke media massa, bahwa dirinya sudah ditetapkan sebagai calon tersangka.
Setelah itu, katanya kasus berhenti sampai pada 23 September 2016, dirinya ditetapkan sebagai tersangka, waktu itu menjabat sebagai Kepala Badan Kepegawaian Pelatihan dan Pendidikan (BKPP) Bener Meriah, dan langsung ditahan tanpa proses BAP dari penyidik Reskrim.
“Saat itu saya sedang berusaha membersihkan data-data fiktif tenaga honorer di BKPP atas perintah bupati. Pada malam 23 Februari 2016 saya bertemu dengan wakil bupati, dia menuduh saya korupsi dana RTLH. Saya disalahkan dengan melibatkan Ahmadi dalam program swakelola rehab RTLH. Saat itu Ahmadi adalah calon bupati lawan berat Rusli M Saleh dalam Pilkada Bener Meriah,” jelas Juanda.
Setelah itu , pada Jumat 23 Februari 2016 terdakwa ditetapkan sebagai tersangka dan langsung ditahan selama 10 hari. Setelah lepas dari penahanan, dirinya dicopot dari jabatan kepala BKPP.
Diakhir pembelaannya, terdakwa melalui pengacara Sulaiman SH menjelaskan tidak ada nilai kerugian Negara dalam perkara tersebut sesuai data hasil audit dari tim ahli Unimal, dan juga keterangan dari saksi ahli mantan auditor BPKP Aceh, Ramli Puteh.
Sulaiman dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) meminta majelis hakim yang diketuai Faisal Adami SH membebaskan Juanda dari segala dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum. Karena tidak ada bukti yang jelas bisa membuktikan terdakwa Juanda bersalah dan telah melakukan korupsi RTLH.
Pengacara menilai, tuduhan tersebut tidak tepat ditujukan kepada Juanda, seharusnya ditujukan kepada penanggungjawab pengelolaan dana RTLH 2013, yaitu ketua Komite Bener Maju Marzuki dan Bendahara Komite Samidi. Selain bertanggungjawab atas semua pengelolaan anggaran untuk masyarakat miskin terseut, keduanya juga telah memindahkan dana dari rekening komite ke rekening pribadi bendahara komite.
Hal sama juga diungkapkan oleh Hamidah SH pengacara terdakwa Jawahardi dan Zahrianto, bahwasanya dakwaan dan tuntutan yang dituduhkan JP, Kardono SH seharusnya ditujukan kepada Marzuki.
Setelah penyampaian nota pembelaan pada terdakwan, JPU Kardono SH meminta majelis hakim untuk menggelar sidang kembali dengan agenda tanggapan jaksa atas nota pembelaan terdakwa, disepakati sidang akan digelar pada Rabu 26 Juli 2017.
Sementara dihadapan Majelis Hakim, Juanda menyatakan bahwa para sakasi yang dihadirkan oleh JPU telah memberikan kesaksian palsu yang dibarengi dengan penggelapan bukti bersama penyidik Bantasam Efendi yakni surat pernyataan. “Iini penzaliman dan pembohongan berjamaah ,” tegas Juanda.
Dan selanjutnya, kata Juanda bahwa yang paling mengecewakan lagi adalah BAP palsupun bisa menjadikan seseorang jadi tersangka. Terdakwa hingga ke persidangan.“Saya tidak mengerti hukum, apa bisa seperti itu, ” tegas Juanda lagi. (mah)