Bandung, SpiritNews-Wakil Kepala Sekolah SMAN 27 Bandung, Sarip Rustandi mengklarifikasi pemberitaan soal dugaan Operasi Tangkap Tangan (OTT) terhadap Kepala Sekolah oleh inspektorat provinsi Jawa Barat.
Secara gamblang, Sarip memaparkan apa yang sebanarnya terjadi seraya mengatakan pihak kepala sekolah keberatan dengan pemberitaan yang menyebutkan bahwa pemeriksaan yang dilakukan oleh inspektorat adalah OTT.
Diketahui, beredar kabar bahwa SMAN 27 dalam hal ini Kepala Sekolah melakukan dugaan pungutan liar dengan sasaran calon siswa non reguler dengan jumlah sekitar 79 orang. Dikabarkan, calon siswa yang ingin masuk sekolah tersebut dipungut uang sebesar Rp 12 juta dengan alasan untuk pembangunan ruang kelas baru.
Terkait hal itu, Sarip menerangkan, Kamis (27/7/2017) pagi kemarin Kepala Sekolah kedatangan tamu dari Inspektorat dan ditanya soal PPDB 2017. Dengan merinci, Sarip mengatakan Kepala Sekolah menjelaskan semuanya dengan terbuka dan dipastikan PPDB dilakukan sesuai dengan jalur, aturan dan juknis Gubernur.
Namun, saat PPDB sudah ditutup dan sekolah menerima siswa dengan kapasitas 8 rombongan belajar atau 8 kelas, Sarip menuturkan, ada permintaan penambahan siswa baru dari masyarakat sekitar Gedebage termasuk unsur Muspika.
“Warga Kecamatan Gedebage dan sekitarnya yang anaknya tidak masuk ke SMAN 27 dengan jalur yang sudah ditentukan, beserta para komite, tokoh masyarakat, lurah serta camat menyampaikan aspirasinya kepada sekolah bahwa siswa-siswi tersebut (yang tidak keterima) mempunyai keinginan dengan berbagai alasan kemudian camat dengan tokoh masyarakat mengundang orang tua, ada bukti fisiknya juga berupa tandatangan, semua menyepakati inilah kebutuhan untuk membangun sekolah dan itu di luar juknis yang sudah ada,” terang Sarip, Jumat (28/7/2017).
Kembali diterangkan Sarip, uang yang diduga hasil praktik pungli sesungguhnya sudah menjadi keputusan masyarakat untuk membangun ruang kelas baru karena ruang kelas yang tersedia di SMAN 27 sangat terbatas.
“Kebetulan uangnya berupa titipan, jadi untuk sementara yang 2 kelas ini belajarnya menggunakan ruang guru. Kami juga ingin memperlakukan mereka sama dengan yang lain, lab biologi juga kita pakai kelas,” katanya.
Selanjutnya Sarip mengatakan, total siswa yang diterima di luar jalur reguler tersebut adalah 79 orang. Semuanya beralasan kalau keluar dari lingkungan transportasinya jauh sehingga Sarip tidak mengetahui pemeriksaan yang dilakukan itu berawal dari aduan atau bukan. Sarip juga memastikan Kepala Sekolah saat ini tidak ditahan dan berada dalam keadaan sehat. Bahkan hari ini akan menghadap ke inspektorat provinsi lagi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Selanjutnya senada dengan Sarip, Tim Pengembangan Sekolah SMA 27, Mulihardy mengatakan bahwa biaya yang diserahkan kepada sekolah sudah berdasar pada kesepakatan bahkan ada bukti fisik berupa berita acara, dan tanda tangan dari pihak-pihak yang hadir dalam rapat. Mulihardy juga mengatakan saat rapat digelar, pihak sekolah sudah menawarkan pilihan berupa penerimaan lewat jalur Sekolah Terbuka atau sekolah di swasta dan direkomendasikan oleh SMAN 27 ke provinsi supaya gratis. Namun, kedua pilihan tersebut ditolak.
“Opsi ketiga, tetap diterima di SMAN 27 dengan keadaan seperti itu, sempat ada adu argumentasi, akhirnya pihak sekolah menawarkan bagaimana kalau sekiranya ada kontribusi masyarakat supaya semuanya terayomi dan guru juga mengajar dengan optimal dengan mengadakan 2 kelas baru,” terang Mulihardy.
Selanjutnya, sambung Mulihardy, setelah melewati pembicaraan yang cukup alot akhirnya disepakati dan peristiwa tersebut dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani oleh semua yang hadir salahsatunya Kepsek.
“Ketika muncul angka mungkin agak terkejut, itu sebetulnya Rp 12 juta belum angka mutlak, toh pada dasarnya yang menggunakan SKTM kita terima juga. Ada sekira 10 persen dari 79 orang tersebut yang menggunakan SKTM,” terang Mulihardy.
Terakhir, Mulihardy menambahkan, saat 5 orang inspektorat mendatangi Kepsek untuk melakukan pemeriksaan yang dimulai dari pukul 08.15 WIB hingga 15.00 WIB, Kepsek menjawab dengan latar belakang yang sebenarnya terjadi dan selanjutnya dilanjutkan dengan proses dialog pemeriksaan dokumen serta ada barang bukti fisik berupa uang. Itu adalah Dana yang disimpan secara aman dan tertib untuk membangun kelas sesuai hasil rapat.
“Tidak ada istilah OTT, yang ada adalah pemeriksaan. Sampai hari ini kami tidak tahu siapa yang melaporkan, dan sudah terlanjur diberitakan di media,” tandas Mulihardy.(SpiritNews)