Bandung, SpiritNews-Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jabar menutup empat area pertambangan yang diduga ilegal, karena tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP).
Keempat pertambangan itu terdiri tiga lokasi di Kabupaten Garut dan satu lokasi di Kabupaten Sumedang. Penindakan tambang ilegal itu dilakukan Subdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Jabar pada 28 Juli 2017 lalu.
“Dalam kegiatan pertambangannya, keempat perusahaan itu tidak dilengkapi surat izin. Kita sudah memasang garis polisi di empat lokasi itu,” kata Kabid Humas Polda Jabar, Kombes Pol Yusri Yunus di Mapolda Jabar, Jalan Soekarno Hatta, Kota Bandung, Senin (7/8/2017).
Sejauh ini, pihaknya belum menetapkan status tersangka lantaran masih dalam tahap penyidikan. “Kita masih akan gelarkan untuk kasus ini. Kita akan lakukan pemeriksaan terhadap corporate-nya,” kata Yusri.
Kasubdit IV Tipidter Ditreskrimsus Polda Jabar AKBP Dony Eka Putra menuturkan, pengungkapan tambang ilegal ini berdasarkan adanya laporan. Tim langsung menyelidiki dan membuktikan laporan tersebut.
“Ternyata memang benar dia tidak bisa menunjukan surat izinnya,” ujar Dony di tempat sama.
Berdasarkan pengakuannya, lanjut Dony, aktivitas pertambangan yang dilakukan tersebut sudah berjalan selama 3 sampai 4 bulan.
Menggunakan alat berat berupa ekskavator, mereka menggali pasir yang berada di kaki Gunung Guntur Garut dan Sungai Cihonje Sumedang.
Hasil pertambangan berupa pasir dijual Rp 300 sampai Rp 400 ribu rupiah untuk satu truk, sementara batu dijual Rp 375 ribu per truk. “Untuk nilai kerugian keseluruhannya ini masih kita hitung,” katanya.
Dony menuturkan, selain tidak memiliki IUP, penindakan tambang ilegal tersebut lantaran dianggap telah merusak lingkungan. Terlebih lokasi pertambangan berada di zona merah rawan longsor.
“Apalagi lokasinya bersebelahan dengan kawasan BKSDA (Badan Konservasi Sumber Daya Alam) berupa Gunung Guntur,” ucap Dony.
Selain memasang gari polisi, dari empat lokasi itu juga polisi menyita 3 unit ekskavator, satu unit convayer, dan satu saringan.
Keempatnya dianggap melanggar Pasal 158 UU nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dengan ancaman pidana 10 tahun penjara dan denda mencapai Rp 10 miliar.
“Kasus ini akan kita gelar perkarakan untuk meningkatkan status dari penyelidikan menjadi penyidikan,” ujar Dony.(SpiritNews/detik news)