Kota Bekasi, SpiritNews– Puluhan Massa yang mengatasnamakan Barisan Rakyat Anti Korupsi (BARA AKSI) melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor PDAM Tirta Bhagasasi Bekasi Kamis pukul 13.30 WIB (10/8/2017).
Pengurus Forum Studi Mahasiswa untuk Kemanusiaan dan Demokrasi (FSMKD), Angga Indrawan menjelaskan kepada media, bahwa pengelolaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang bergerak dalam bidang pelayanan air tidak maksimal atau bobrok.
Pasalnya, Pemerintah Kabupaten Bekasi dan Pemerintah Kota Bekasi setiap tahunnya menggelontorkan uang APBD setiap tahunnya puluhan milyar untuk meningkatkan pelayanan air mium kepada pelanggan dalam mencapai Millenium Development Goals (MDGs) namun jauh panggang dari api.
“20 tahun lebih PDAM Tirta Bhagasasi disusui APBD Kota dan Kabupaten Bekasi setiap tahun puluhan milliar untuk peningkatan pelayanan, namun yang didapat pelanggan keluhan air kecil dan keruh. Artinya pengelolaan jauh dari harapan” ucapnya sambil menunjukkan foto air keruh PDAM Tirta Bhagasasi wilayah Bekasi Utara.
Selain itu, dirinya menjelaskan laporan audit independent dan audit Badan Pemeriksa keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Jabar setiap tahunnya menemukan kesalahan administrasi dan kerugian Negara. Lalu, soal penetapan Dewan Pengawas PDAM Tirta Bhagasasi oleh Bupati dan Walikota dirinya menilai keduanya mengangkangi Permendagri nomor 2 tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian Perusahaan Daerah air Minum sebagai acuan pengelolaan.
“Pemendagri nomor 2 tahun 2007 pasal 18 menyatakan unsur Dewan Pengawas terdiri dari 3 unsur, loh ini malah 2 unsur. Hanya unsur birokrat dan unsur pelanggan. unsur profesionalnya mana? jika Dewan Pengawas nya dari proses yang tidak benar maka mengawasinya pun jadi tidak benar. Apalagi mereka rangkap jabatan strategis” Kesalnya.
Ditempat yang sama, Ketua Aliansi Rakyat Bekasi, Mahfudin Latif yang juga kordinator aksi menyoroti biaya administrasi dan Pemeliharaan sebesar Rp 8 ribu per bulan pelanggan tanpa adanya transparansi dan akuntabilitas yang jelas.
“Kami minta Berita acara penggunaan uang tersebut namun tidak digubris. Kami curiga, karena Rp 8 ribu per bulan di kali 165 ribu pelanggan tahun 2012 dalam setahun mencapai Rp 15 miliar lebih” kata latif dalam orasinya. (sam)