Dedi Mulyadi : Egrang Memiliki Makna Filosofi Kuat Dengan Asas Demokrasi

  • Whatsapp
Peserta Festival Panji Demokrasi Purwakarta dari kalangan anak -anak pelajar.
Peserta Festival Panji Demokrasi Purwakarta dari kalangan anak -anak pelajar

Kabupaten Purwakarta,SpiritNews-Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memiliki kesan tersendiri terhadap permainan tradisional egrang yang dibawakan oleh salah satu simpul peserta Festival Panji Demokrasi Purwakarta dari kalangan pelajar.
Sebagaimana diketahui, pawai ini dilaksanakan pada Jum’at malam (18/8/2017) di Desa Babakan sampai Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa, Purwakarta.
Menurut Dedi Mulayadi, egrang memiliki makna filosofis kuat yang berhubungan langsung dengan asas demokrasi sehingga Festival yang diadakan malam ini yang salah satunya dimeriahkan oleh pawai egrang semakin menguatkan korelasi tersebut.
“Demokrasi sesungguhnya kan keseimbangan antara hak dan kewajiban. Egrang, saya fahami bisa mengajarkan keseimbangan itu.
Jika demokrasi sudah seimbang maka negeri ini dapat mencapai kemakmuran. Kegiatan malam hari ini adalah pendidikan menuju arah itu,” katanya di Desa Babakan, Kecamatan Wanayasa, titik start pawai.”katanya kepada SpiritNews (18/8/2017).
Sebagai permainan tradisional, egrang juga sudah menyumbang sumbangsih besar bagi Kabupaten Purwakarta. Pada Tahun 2012 lalu, secara serempak, sebanyak 14.570 pelajar berhasil memecahkan rekor MURI sebagai peserta permainan egrang terbanyak sepanjang sejarah.
Menurut Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi juga menyerukan pelestarian permainan tradisional sebab dalam setiap permainan khas orang desa tersebut terdapat nilai pendidikan yang bisa ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.
“Saya memandang sebenarnya kan bentuk kemodernan itu ada dalam hal-hal yang bersifat tradisional, dalam permainan tradisional, egrang itu salah satunya. Maka anak-anak harus kembali bermain permainan tradisional karena ada nilai pendidikan yang kuat didalamnya. Akar tradisi mereka harus tetap kokoh,”paparnya.

permainan tradisional egrang

Alasan tradisionalisme inilah yang menjadikan pria yang kini gemar mengenakan peci hitam tersebut memilih Wanayasa sebagai lokasi kegiatan. Selain karena refleksi nilai sejarah karena Wanayasa merupakan cikal bakal Purwakarta, juga menurutnya, hal ini didasarkan pada pola pembangunan yang seharusnya merata, tidak melulu memperhatikan kota.
“Kita fokus selama ini kan bukan di kota, tetapi di desa. Ini waktunya masyarakat desa menikmati hiburan tidak hanya di perkotaan,” ucapnya
Terakhir, Dedi juga meyakini bahwa jati diri bangsa Indonesia sebenarnya terletak di pedesaan. Sehingga, sangat pantas jika masyarakat di desa mendapatkan prioritas.
“Lihat saja tadi aksi teaterikal pas pembukaan, itu kan produk anak desa, mereka memiliki kekuatan dan keyakinan untuk berdaya saing dengan masyarakat kota sekalipun,” pungkasnya.(reg)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *