Kabupaten Aceh Utara, SpiritNews-Aset PT Asean Aceh Fertilizer (AAF) Krueng Geukueh, Kabupaten Aceh Utara baik pabrik, perkantoran maupun perumahan karyawan, tampak kumuh dan tak terurus.
Terlihat di sekitar areal pabrik, ada semak belukar menutupi peralatan perusahaan. Begitu di lingkungan perkantoran tinggal kerangka karena sudah hancur.
Termasuk Kantor Pusat yang tadinya begitu megah dan mewah, kini sudah kosong karena semua peralatan hilang atau dijarah. Begitu juga terhadap kompleks perumahan karyawan yang didalamnya juga ada perkantoran, Guest House, Klinik, Sekolah, masjid, gedung olah raga dan Dormitory. Kini yang tinggal dan masih berfungsi cuma perumahan,sekolah dan masjid.
Sekretaris Masyarakat Peduli Industri (MPI) Aceh, Badruddin, mengatakan, MPI dibentuk melalui kesepakatan bersama antara tokoh masyarakat, kepala mukim, kepala desa, lingkungan dan masyarakat.
“Kami bersafari ke Jakarta pada Oktober 2010 menemui Menteri Negara BUMN, Mustafa Abubakar, DPR RI hingga KPK untuk meminta kepada pemerintah agar PT AAF dihidupkan kembali dan tidak dijual,” kata Badruddin kepada SpiritNews, Senin (4/9/2017).
Ketika itu, kata Badruddin, memang timbul gugatan dari perusahaan yang ingin membeli aset PT AAF, tapi akhirnya melalui Keputusan Mahkamah Agung sekitar Desember 2014 seluruh aset PT AAF jatuh ke tangan pemerintah Indonesia.
“Kami sempat membuat acara syukuran atas keputusan MA tersebut yang juga ikut dihadiri sejumlah anggota DPR RI asal Aceh dan PJ Gubernur Aceh ketika itu, Tarmizi Karim,“ katanya.
Informasi lain yang dihimpun SpiritNews, PT Pupuk Indonesia Company (PIC) menunjuk PT Pupuk Iskandar Muda (PIM) untuk melakukan pengawasan sekalian membuat studi dan rencana menghidupkan kembali PT AAF.
Direktur Utama PT PIM (saat itu), Eko Sunarko, menjadi motor penggerak dan memberanikan diri untuk menandatangani MoU (perjanjian kerjasama) dengan investor asal Yordania dalam upaya mengoperasikan kembali PT AAF sekalian melakukan peninjauan keareal pabrik AAF yang didampingi PT Pusri.
Menurutnya, sikap berani menandatangani perjanjian kerjasama dengan investor dari Yordania tersebut adalah, bentuk komitmennya untuk menghidupkan kembali industri raksasa di Aceh.
Hal ini dibuktikannya dengan terus mempertahankan PT PIM yang dikomandoinya saat itu, meski harus menghadapi berbagai kesulitan karena tidak stabilnya harga gas yang merupakan bahan baku utama pabrik pupuk.
“Saya sekarang getar-getir bila PT AAF tidak jadi diserahkan ke PT PIM, bisa mati saya dituntut pihak investor,” kata Eko.
Ia menambahkan, keberadaan PT PIM harus terus dipertahankan operasionalnya dalam menghasilkan pupuk. Hal ini untuk meyakinkan investor agar berani masuk ke Aceh.
“Hasil alam Aceh sangat berlimpah, tetapi belum bisa dimanfaatkan dan dikelola dengan baik. Ini perlu investor,” imbuhnya.
Kaitan terhadap gagasan yang telah dirintis Eko Sunarko, Dirut PT PIM (saat itu), sekarang Achmad Fadhiel kepada sejumlah awak media juga pernah menyebut, PT PIM sedang mengakuisisi pabrik pupuk PT AAF. Hal ini dikatakan Achmad Fadhiel saat pengantungan akhir pupuk PIM 2016.
“Kami harapkan proses akuisisi ini selesai secepatnya. Kami targetkan April 2017 proses akuisisi sudah selesai dan sudah bisa didaftarkan ke Kementerian Hukum dan HAM soal kepemilikan saham bahwa AAF telah menjadi bagian dari PIM,” ucap Fadhiel.
Dijelaskan, untuk kepemilikan saham negara-negara ASEAN itu akan dikonversikan menjadi saham dalam PT PIM yang berada dalam holding Pupuk Indonesia.
Langkah akuisisi PT AAF disebut sebut juga didukung oleh Pemerintah Aceh yang akan dipadukan dalam Konsersium Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lhokseumawe. Yaitu, Pemerintah Aceh bersama Pertamina, PT PIM, Pelindo 1 dan PT KKA.(ucr)