Kabupaten Karawang, SpiritNews-Luas hutan di Indonesia terus menyusut. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), saat hutan Indonesia tersisa 120,7 juta hektare.
Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Kabupaten Karawang, Oland PH Sibarani, mengatakan, akibat hutan di Indonesia terus menyusut, maka diperkirakan pada 2030 mendatang hutan nasional hanya tinggal seluas 112 juta hektare.
“Terjadinya penyusutan hutan ini, selain karena perambahan juga disebabkan oleh kebijakan pemerintah,” kata Oland saat memberikan sambutan pembukaan Seminar Nasional Pro Kontra Program Perhutanan Sosial dengan teman “Hutan Untuk Siapa ?” yang diselenggarakan PWI Kabupaten Karawang, Senin (25/9/2017) di Ball Room Dewi Air Resto.
Seminar tersebut menghadirkan nara sumber yaitu, Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), Jenderal (Purn) Muldoko, Mantan Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Widodo Sambodo, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), DR.Yogaswara, Akademisi dari Universitas Kebangsaan, Garlika Martanegara, serta anggota DPD RI, Hj. Eni Sumarni.
Menurut Oland, seminar nasional ini diselenggarakan oleh PWI Karawang untuk membedah masalah lingkungan terkait hutan. Karena menyangkut keberlangsungan kehidupan masyarakat.
“Inisiatif untuk menggelar seminar ini sebenarnya bermula dari hasil jepretan mata lensa dan goresan pena kami ketika melakukan peliputan yang objeknya adalah hutan yang ada di Karawang,” katanya.
Dalam liputan tersebut, kata Oland, ada keresahan yang mulai mengusik para wartawan yang notabene anggota PWI Karawang, saat melakukan peliputan konflik lahan, rebutan lahan dan saling klaim lahan yang objeknya adalah hutan di Karawang yang saat ini dikelola oleh Perhutani.
Bahkan, belakangan munculnya progran Perhutanan Sosial dari KLHK yang semakin memanaskan situasi dengan terjadinya gesekan-gesakan para pihak yang berada di dalam hutan.
“Berangkat dari keresahan itu, maka kami mewujudkannya dengan menggelar seminar nasional pro kontra program perhutanan sosial ini. Tujuannya, untuk memberikan kesempatan kepada semua pihak yang berkaitan untuk membuka kebenaran-kebenaran atas program tersebut,” jelasnya.
Dikatakan, saat ini luas hutan di Indonesia terus menyusut. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, KLHK, luas hutan Indonesia saat ini tersisa 120,7 juta hektare. Pada 2030 mendatang, hutan nasional diprediksi hanya tinggal 112 juta hektare saja.
Reformasi Agraria misalnya, program yang ditargetkan rampung pada 2019 itu mengalokasikan 9 juta hektare hutan nasional. Pemerintah bakal membagikan setengahnya kepada rakyat, dengan rincian 3,9 juta hektare untuk legalisasi aset tanah rakyat dan 600 ribu hektare untuk legalisasi tanah transmigrasi.
Sedangkan 4,5 juta hektare sisanya bakal dialokasikan untuk dikelola KLHK dan kepentingan investasi. Melalui pengajuan Hak Guna Usaha, korporasi diberi porsi seluas 400 ribu hektare hutan. Adapun yang dikelola KLHK seluas 4,1 juta hektare.
“Tantangannya adalah perubahan fungsi hutan. Peningkatan jumlah penduduk Indonesia tentu berdampak pada kebutuhan pangan, sehingga kebutuhan sumber pangan yang harus dipenuhi juga bertambah. Walhasil, perubahan fungsi hutan untuk menyokong kebutuhan pangan mutlak terjadi di masa depan,” ujarnya.
Program perhutanan sosial ini, menurut Oland, untuk memberikan akses kepada masyarakat untuk bisa memanfaatkan lahan milik Perhutani dengan jangka waktu hingga 35 tahun.
“Program tersebut sebenarnya sudah berjalan. Namun sebagian masih mangkrak. Lahan perhutanan yang akan dimanfaatkan tersebut nantinya dirancang oleh masyarakat yang mengajukan,” ucapnya.
Sistemnya akan dilakukan secara cluster atau kelompok di bawah wadah semacam koperasi atau yang lainnya. Setiapcluster, nantinya bisa mendapatkan pemanfaatan lahan hingga 2.000 hektare.
Adapun beberapa lokasi yang dinilai sudah siap menjalankan program perhutanan sosial antara lain di Karawang, Jawa Barat. Kemudian selanjutnya akan menyusul di wilayah Bangka Belitung dan Riau.
“Pembukaan areal lahan hutan untuk ditanami komoditas pangan tidak bisa terelakkan. Di Karawang misalnya, sempat ramai wacana mengubah hutan produksi menjadi ladang jagung. Dalam surat keputusan Direktur Jenderal Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan nomor SK.16/PSKL/SET/KUM.1/2017, seluas 2.946 hektare tanah di hutan Kutatandingan bakal ditanami tumbuhan palawija,” paparnya.(ybs)