Kabupaten Aceh Besar, SpiritNews-Bela negara dapat diwujudkan melalui penguatan karakter diri dalam berkepribadian, berbudaya serta menjunjung tinggi rasa cinta tanah air.
Semangat bela negara jangan diartikan sebagai gerakan wajib militer atau militerisasi, akan tetap lebih kepada upaya membangun sikap anak negeri untuk menyadari hak dan kewajibannya bagi negara.
Demikian disampaikan Sekretaris Daerah Aceh, Dermawan, saat membacakan sambutan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, pada upacara Pelatihan Pembentukan Kader Bela Negara bagi masyarakat Aceh dibawah koordinasi Kementerian Pertahanan RI, di Lapangan Rindam Iskandar Muda, Mata Ie, Kamis (28/9/2017).
“Apapun profesi yang digeluti, bela negara adalah kewajiban yang harus kita junjung demi tegaknya marwah dan kelangsungan hidup bangsa. Makna Bela Negara sangat luas. Para guru, tenaga kesehatan, dan profesi lain yang menjalankan perannya di daerah terpencil, juga bisa dikatakan sedang melakukan bela negara,” ujar Dermawan.
Selain itu, para atlet yang berjuang mengharumkan nama bangsa, bisa pula dikategorikan sebagai bela negara. Termasuk mereka yang aktif menjaga kelestarian budaya, peduli pada lingkungan, aktif mencegah penyalahgunaan narkoba, gerakan melawan kejahatan, dan juga para pejabat negara yang menjalankan tugas dengan penuh dedikasi dan tanggungjawab, semua itu adalah bagian dari bela negara.
“Latihan fisik dan mental sangat dibutuhkan, selain untuk membentuk jasmani yang sehat dan disiplin yang tinggi, juga untuk mendidik kita agar memiliki semangat pantang menyerah. Spirit itulah yang akan diajarkan kepada saudara-saudari mulai hari ini. Dengan memahami spirit itu, saudara diharapkan dapat lebih memaknai semangat nasionalisme dan bela negara,” katanya.
Bela Negara dan Semangat Cinta Tanah Air
Semangat bela negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Bela negara merupakan sikap dan perilaku warga yang dijiwai oleh kecintaannya terhadap kesatuan dan persatuan bangsa di bawah NKRI.
“Kita harus menyadari, bahwa kemajuan teknologi yang kian pesat, diperkuat lagi semarak globalisasi di berbagai sektor kehidupan berpotensi menghadirkan ancaman terhadap kedaulatan bangsa. Hal itu dapat kita lihat dari rendahnya tingkat kedisiplinan masyarakat, tingginya angka pelanggaran hukum dan kurang pekanya kita terhadap lingkungan,” jelasnya.
Menurutnya, rendahnya kesadaran masyarakat terhadap semangat berbangsa memudahkan masuknya berbagai ideologi sesat yang merusak moral anak bangsa. Situasi itu membuat paham-paham yang bertentangan dengan nasionalisme Indonesia kian berkembang, termasuk potensi bahaya laten komunis.
“Kita katakan sebagai bahaya laten, sebab sesungguhnya paham-paham ini masih ada di masyarakat kita, hanya saja mereka tidak berani hadir secara langsung ke permukaan. Mereka sedang menunggu momen yang tepat untuk bangkit kembali,” ujarnya.
Dijelaskan, saat masyarakat tidak mau lagi peduli dengan kesadaran berbangsa dan bertanah air, ketika spirit bela negara menjadi lemah, itulah saatnya ideologi sesat akan berkembang di tengah-tengah masyarakat.
“Untuk mengantisipasi hal ini, penguatan semangat bela negara perlu kita tingkatkan kembali. Saya berharap,kehadiran organisasi Gerakan Bela Negara di Aceh dapat mensosialisasikan semangat ini kepada seluruh masyarakat, sehingga ancaman ideologi yang bertentangan dengan semangat NKRI dapat kita singkirkan,” jelasnya.(mah)