Kabupaten Karawang, SpiritNews-Delapan orang korban salah tangkap dalam kasus pembunuhan seorang pemuda di Desa Walahar, Kecamatan Klari, Kabupaten Karawang bernama Sahrul Budiman, pada tahun 2015 lalu menggugat negara dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan untuk ganti rugi.
Gugatan ini dilakukan setelah pengadilan menguatkan putusan bebas kepada delapan orang yang dituduh pelaku pembunuhan tersebut.
Yang menguatkan persidangan saat itu, penyidik mengatakan bahwa kedelapan orang yang dituduh pelaku pembunuhan ini terekam CCTV Bendungan Walahar, namun setelah dilakukan pengecekan, ternyata CCTV di sekitar Bendungan Walahar semuanya dalam kondisi mati.
“Berdasarkan hasil persidangan tidak ditemukan sidik jari kedelapan orang ini dalam alat bukti yang dihadirkan seperti obeng dan barang lainnya dalam persidangan,” ujar Aneng Winengsih, pengacara kedelapan korban salah tangkap tersebut kepada SpiritNews Kamis (12/10/2017) usai menghadiri sidang gugatan di Pengadilan Negeri Karawang.
Aneng menjelaskan, kedelapan kliennya tersebut merasa dirugikan akibat jadi korban salah tangkap. Kedelapan pemuda ini kemudian ditahan dan disangkakan melakukan persekongkolan jahat menghabisi nyawa orang lain.
Setelah dibuktikan di pengadilan, sangkaan itu tidak berdasar. Akhirnya kedelapan orang ini divonis bebas dan telah berkekuatan hukum tetap.
Berdasarkan pengakuan dari salah seorang korban salah tangkap, FR mengatakan, selain dipaksa untuk mengakui telah melakukan pembunuhan, dia bersama rekannya disiksa oleh oknum polisi. Akibatnya, kedelapan orang ini mengalami luka cukup parah.
“Waktu itu saya dipaksa suruh ngaku. Padahal saya sudah bilang tidak membunuh tapi mereka (polisi) tidak percaya,” ungkap FR di depan Majelis Hakim saat persidangan.
Pengacara delapan korban salah tangkap, Aneng Winengsih mengatakan, kliennya juga mengaku rugi secara materi karena sudah keluar uang banyak untuk sewa pengacara. Selain itu, ada biaya lain baik ketika ditahan di Mapolsek Klari dan di Lapas Kelas II A Karawang.
“Kalau kerugian immateri, ada korban yang putus sekolah, dihujat, bahkan dicap jelek karena dituduh telah membunuh meskipun akhirnya tidak terbukti,” katanya.
Untuk itu, kata Aneng, kliennya melakukan permohonan menuntut ganti kerugian materi dan immateri kepada para tergugat dalam hal ini kepolisian dan kejaksaan (Polres Karawang dan Kejaksaan Negeri Karawang,red) dalam kasus tersebut sebesar Rp 8 miliar.
Hal tersebut diakui oleh salah satu orang tua korban salah tangkap saat menjadi saksi di persidangan. Untuk materi dia bersama korban lain sudah mengeluarkan uang banyak baik untuk biaya makan, transportasi, maupun untuk biaya yang dipinta oleh oknum narapidana di Lapas Karawang.
“Untuk biaya kamar di Lapas saja harus bayar Rp 3,5 juta, belum uang per minggunya. Kalau gak dikasih anak saya disiksa di dalam lapas,” kata orang tua ini, di depan Majlis Hakim, saat sidang gugatan yang menghadirkan beberapa saksi.
Selain materi, kerugian lainnya, kata dia, ada perubahan sikap drastis pada diri anaknya tersebut. Anaknya menjadi sering marah tanpa sebab pasca keluar dari dalam tahanan setelah tidak terbukti dalam kasus pembunuhan tersebut. “Saya sudah konsul dan berobat ke psikolog di Rumah Sakit Islam Karawang,” jelasnya.
Sementara itu, kasus tersebut akan terus berlanjut. Kuasa hukum korban salah tangkap berjanji akan mengawal kasus kliennya tersebut sampai tuntas. “Kami berharap ada keadilan dalam kasus ini,” harapnya.(reg)