Kota Bekasi, SpiritNews-Tiga Menteri Kabinet Kerja Joko Widodo-Jusuf Kalla menghadiri peresmian Politeknik Ketenagakerjaan (Polteknaker) yang berlokasi di Balai Besar Pengembangan Latihan Kerja (BBPLK) di Jalan Guntur Raya No.1, Kayuringin Jaya, Bekasi Selatan, kota Bekasi, Jawa Barat, Kamis (26/10/2017).
Selain Menteri Ketenagakerjaan M. Hanif Dakhiri, dua menteri lainnya yang hadir adalah Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Asman Abnur dan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir.
Dalam sambutannya Menaker Hanif Dakhiri mengatakan tantangan ketenagakerjaan ke depan yang semakin kompleks membutuhkan sumber daya manusia yang profesional di bidang Ketenagakerjaan. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, Kemnaker perlu membangun Politeknik yang spesifik pada aspek Ketenagakerjaan.
“Oleh karena itu, kita mendirikan Politeknik Ketenagakerjaan yang membuka tiga program studi yaitui Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Relasi Industri, dan Manajemen Sumber Daya Manusia,”kata Hanif.
Sebagai jembatan emas dalam menyiapkan tenaga profesional dan handal, Menaker Hanif mengatakan Polteknaker mengemban tugas yang mulia dan bermakna, untuk menghasilkan sumber daya manusia yang kompeten dan mampu bersaing diera perdagangan bebas, khususnya di bidang ketenagakerjaan.
“Saya mengapresiasi besarnya animo masyarakat masuk Politeknik Ketenagakerjaan. Hal ini terbukti dengan kuota kebutuhan mahasiswa yang hanya 90 orang, tapi diperebutkan oleh 2.605 orang, ” ujarnya.
Dikatakan Hanif, pendirian politeknik ini juga sebagai bentuk perwujudan pemerintah dalam rangka mendukungNawa Cita ke-6 (Meningkatkan Kualitas Hidup Manusia Indonesia), dan Nawa Kerja ketenagakerjaan ke-2 (Percepatan Peningkatan Kompetensi Tenaga Kerja), jajaran Kementerian Ketenagakerjaan dengan segenap tenaga dan pikiran membangun Politeknik Ketenagakerjaan. ”Keberadaan politeknik ini sebagai bentuk jawaban dari kebutuhan kalangan stakeholders yang menginginkan adanya sumber daya manusia yang handal, terampil, kompeten, siap pakai, dan siap kerja di bidang ketenagakerjaan yang saat ini masih dibutuhkan,”kata Hanif.
Di sisi lain, Kemnaker juga ingin berkontribusi dalam mengembangkan sistem pendidikan dan pelatihan vokasi sesuai arahan Presiden Joko Widodo bahwa lulusan pendidikan dan pelatihan vokasi adalah salah satu strategi pemerintah dalam memenuhi kebutuhan pasar. “”Caranya dengan sistem pembelajarannya lebih menitikberatkan pada pembentukan kompetensi hard skill dan juga soft skill, yakni menerapkan skema pendidikan 30 persen teori dan 70 persen praktek,”kata Hanif.
Berkenaan dengan hal tersebut Polteknaker sangat membutuhkan peran serta dunia usaha/industri dalam membantu mengembangkan Politeknik ini, Hanif menyatakan pihaknya berkeinginan dalam beberapa tahun ke depan, Polteknaker ini dapat menjadi salah satu lembaga pendidikan penghasil SDM profesional pada aspek ketenagakerjaan, yang mampu menjadi 20 besar Politeknik ditingkat global.
“Sekali lagi saya menghimbau agar dunia usaha atau industri dapat bersama-sama kami dalam mewujudkan keinginan tersebut, ” ujarnya.
Sementara itu, MenpanRB Asman Abnur dalam sambutannya menilai positif langkah Menaker Hanif yang sangat antusias untuk segera meresmikan Polteknaker. Bahkan begitu semangatnya Menaker selalu mengingatkan dirinya agar segera memeriksa berkas-berkas Kemnaker terkait pendirian Polteknaker.
Asman berpendapat pendidikan vokasional di negara maju lebih dulu memulai dibandingkan Indonesia. Di negara maju, sebanyak 70 persen menggunakan pendidikan vokasional dan 30 persen science. Jadi lebih mendahulukan vokasional dibandingkan dengan keilmuan.”Polteknaker ini terobosan Menaker dan harus segera dilakukan di provinsi, kabupaten/kota di Indonesia. Artinya ke depan tak lagi ekspor tenaga kerja kualitas rendah. Pendidikan vokasional itu kunci keberhasilan pendidikan Indonesia, ” katanya.
Sedangkan M. Nasir menilai langkah luar biasa dengan berdirinya Polteknaker di Bekasi. Terpenting bagi Polteknaker adalah mendidik anak secara kualitas dan adanya pemberian sertifikasi.
Nasir memaparkan di seluruh Cina terdapat 2284 kampus atau universitas. Sementara di Indonesia jumlahnya mencapai 4529. Padahal jumlah penduduk Indonesia hanya 1/6 dari jumlah penduduk di Cina yang berjumlah 1,4 miliar jiwa. “Sebagai perbandingan, pendidikan vokasi di Cina 54 persen. Sedangkan Indonesia cuma 16 persen, ” ujar Nasir.
Ditambahkan Nasir, salah satu pilihan anak Indonesia dalam mengikuti pendidikan disamping memperoleh ijazah juga mendapat sertifikat kompetensi. Sertifikat ini penting agar mahasiswa yang lulus bisa memiliki keahlian tertentu dan mudah mencari pekerjaan di pasar kerja. “Syarat dosen itu minimal S2. Tapi ke depan, kami memiliki kebijakan syarat dosen tidak harus lulusan S2, melainkan sertifikasi profesi, ” katanya.
Dalam kesempatan ini ditandatangani MoU antara Politeknik ketenagakerjaan dengan BPJS Ketenagakerjaan, Bank BNI dan Jakarta Intercultural School.(sir)