Jakarta, SpiritNews-Lagi-lagi Setya Novanto absen dari panggilan KPK. Opsi penjemputan paksa pun mulai dipertimbangkan KPK.
“Pemanggilan paksa itu salah satu opsi yang disediakan oleh Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Kapan itu diterapkan, tentu perlu dipertimbangkan terlebih dahulu, terkait juga proses penyidikan itu sendiri,” ucap Kabiro Humas KPK Febri Diansyah di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (15/11/2017).
KPK pun akan mempelajari alasan-alasan yang disampaikan Novanto apakah relevan atau tidak. Hari ini merupakan panggilan pertama terhadap Novanto sebagai tersangka.
“Pasal 112 KUHAP itu memang mengatur ya tersangka dan saksi wajib hadir memenuhi panggilan penyidik, dan itu sudah kita sampaikan suratnya secara patut.
Namun ada informasi pula yang disampaikan kepada KPK dengan alasan ketidakhadiran. Tentu kami perlu melihat dulu alasan ketidakhadiran tersebut relevan atau tidak.
Dan apakah itu kemudian ditindaklanjuti dengan pemanggilan kembali atau tindakan yang lain,” sebut Febri.
Sebelumnya, KPK telah menerima surat dari Novanto yang ditandatangani pengacaranya, Fredrich Yunadi. Surat ini berisi 7 poin yang intinya menolak panggilan KPK sebelum Mahkamah Konstitusi (MK) memutus gugatannya.
Pokok surat itu tidak berbeda dari keterangan absen sebelumnya. Ada beberapa landasan hukum yang dipaparkan sebagai alasan ketidakhadiran Novanto, antara lain:
– Pasal 1 ayat 3 UUD 1945: Negara Indonesia adalah Negara Hukum
– Pasal 20 A huruf (3) UUD 1945
– Pasal 80 UU No 17 Tahun 2014 menyangkut Hak Imunitas
– Pasal 7 UU No 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan dan Perundang-undangan
– Pasal 224 ayat 5 tentang Hak Imunitas Anggota DPR dan Pasal 245 ayat (1) UU No 17 Tahun 2014
Selain landasan hukum yang disebutkan, pihak Novanto beralasan masih menunggu hasil permohonan judicial review (JR) atau uji materi tentang UU KPK terkait wewenang memanggil Ketua DPR itu. Hal ini dibandingkan dengan pernyataan Ketua KPK Agus Rahardjo yang menolak memenuhi panggilan Pansus Hak Angket untuk KPK selama pengujian keabsahan hak angket itu belum putus.
Selain itu, disebutkan soal tugas Novanto selaku Ketua DPR yang harus membuka sidang paripurna DPR hari ini.
“Berdasarkan alasan-alasan hukum di atas, maka klien kami belum bisa memenuhi panggilan tersebut sampai adanya putusan MK RI terhadap permohonan judicial review yang kami ajukan tersebut,” ucap Febri mengulang isi surat.
Di bawah surat itu, disebut juru bicara KPK ini, ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo. Selain itu ada beberapa orang yang menerima tembusan, antara lain Ketua MK RI, Ketua MA RI, Ketua Komnas HAM, Kapolri, Jaksa Agung RI, Kabareskrim Polri, Kapolda Metro Jaya, serta Kajati DKI.(SpiritNews)