Jakarta, SpiritNews-Pemerintah mengingatkan perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) agar membangun komunikasi atau musyawarah yang intensif dengan para pekerjanya sejak awal perusahaan berdiri.
Hal ini perlu dilakukan untuk mencegah perselisihan dan perbedaan persepsi antara pekerja serta manajemen perusahaan dengan pemilik modal atau investor yang dipastikan memiliki keterikatan internasional.
Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos), Kementerian Ketenagakerjaan, Haiyani Rumondang, mengatakan, hal tersebut dalam sambutan pembukaan Forum Dialog Peraturan Hubungan Industrial dengan Perusahaan Asing bertema “Peran Perusahaan Asing dalam Menciptakan Hubungan Industrial yang Harmonis” di Jakarta, Rabu (14/12/2017).
“Harus memperkuat dialog sosial sejak awal perusahaan berdiri. Jika dialog sosial tidak dibangun sejak awal, maka keterkejutan dari pekerja akan membuat situasi yang tidak menguntungkan bukan hanya bagi kedua pihak, tapi juga bagi investor lain di luar perusahaan,” ujar Haiyani.
Direktur Pengawasan Norma Ketenagakerjaan dan Jamsostek, Bernawan Sinaga, Direktur Persyaratan Kerja Kemnaker Junaedah dan Direktur Kelembagaan dan Kerjasama Hubungan Industrial (KKHI) Kemnaker Aswansyah, Sesdirjen PHI Jamsostek Ending Khaerudin, juga dihadiri oleh disnaker se-Indonesia dan lebih dari 50 perusahaan asing.
Menurutnya, di tengah kiprahnya sebagai mitra strategis pemerintah dalam pembangunan, perusahaan asing diharapkan dapat menjadi role model dalam pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan. Hal ini dapat diukur berdasarkan tingkat kepatuhan perusahaan asing terhadap regulasi-regulasi dibidang hubungan industrial.
“Demikian pula terhadap pemenuhan sarana-sarana hubungan industrial di perusahaan yang telah ditetapkan, seperti adanya Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB), terbentuknya Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan keterlibatan sebagai anggota organisasi pengusaha, dan pembentukan LKS Bipartit,” ujarnya.
Ditegaskan, Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diundangkan sejak 25 Maret 2003 menjadi payung hukum bagi pelaksanaan hubungan industrial.
Dari UU No.13 Tahun 2003 tersebut, dihasilkan berbagai peraturan turunan yang secara teknis mengatur praktek hubungan industrial, meliputi aspek hubungan kerja dan persyaratan kerja, perlindungan dan keselamatan kerja, jaminan sosial, pengupahan, kelembagaan dan kerjasama hubungan industrial serta penyelesaian perselisihan hubungan industrial.
Sejalan dengan hal tersebut kata Dirjen Haiyani, maka pihaknya memandang perlu adanya sosialisasi secara intensif kepada pelaku hubungan industrial (stakeholder) untuk memberikan pemahaman yang komprehensif dalam melihat persoalan hubungan industrial secara utuh.
Sementara itu, Sekjen Kemnaker, Hery Sudharmanto, berharap pelaksanaan Forum Dialog yang singkat dapat menstimulasi peserta forum dialog untuk terus memperdalam pengetahuan di bidang hubungan industrial.
Menurut Hery, tujuan akhir dari Forum Dialog bukan hanya sebatas pada upaya peningkatan wawasan dan kapasitas peserta sebagai stakeholder (pemangku kepentingan) hubungan industrial. Namun yang lebih penting adalah sejauhmana pengetahuan dan informasi diperoleh dapat terimplementasi dengan baik di lingkungan kerja masing-masing.
“Khususnya pada perusahaan asing yang diharapkan dapat menjadi role model dalam konteks pelaksanaan hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan,” kata Hery.
Sekjen berharap agar forum dialog perusahaan asing ini tercipta ruang dialog yang dinamis, menghimpun berbagai informasi, termasuk aspirasi maupun kritik kepada Kemnaker dalam menangani permasalahan yang disampaikan oleh perusahaan asing.(rls/SpiritNews)