Jakarta, SpiritNews-Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) bersama enam Kementerian/Lembaga Negara menandatangani Perjanjian Kerjasama (PKS) tentang Pencegahan dan Penanganan Pekerja Migran Indonesia Nonprosedural ke Luar Negeri di Kantor Kemnaker, Rabu (20/12/2017).
Keenam Kementerian/Lembaga Negara tersebut adalah Kementerian Luar Negeri, Kementerian Agama, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Imigrasi dan Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemnaker, Hery Sudarmanto, mengatakan, perjanjian kerjasama ini sebagai upaya pencegahan dan penanganan Pekerja Migran Indonesia Nonprosedural secara terkoordinasi dan terpadu.
“Melalui kerjasama ini kita berharap dapat mewujudkan penempatan pekerja migran Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” kata Hery.
Ruang lingkup Perjanjian Kerjasama ini meliputi pertukaran data dan informasi, kerja sama pengembangan dan integrasi sistem, sosialisasi, verifikasi dan validasi dokumen, patroli di wilayah perbatasan laut dan udara, pengawasan keberangkatan, penanganan atas temuan kasus dan penegakan hukum.
Dikatakan, penandatanganan PKS ini sangat penting mengingat Kemnaker tidak bisa sendirian dalam mengatasi persoalan PMI nonprosedural.
“Untuk mewujudkan migrasi yang aman serta menanggulangi penempatan PMI ke luar negeri secara nonprosedural, Kemnaker tidak bisa berjalan sendiri, terutama jika menyangkut tugas, pokok dan fungsi Kementerian dan Lembaga yang lain seperti penegakan hukum yang bisa dilakukan kepolisian,” ujar Hery.
Ia berharap Kementerian/Lembaga yang terlibat PKS diharapkan melakukan upaya pencegahan terhadap PMI nonprosedural untuk melakukan deregulasi kebijakan yang diselaraskan dengan tugas dan fungsi, melakukan pertukaran data dan mengembangkan kerjasama yang konstruktif.
“Kementerian dan Lembaga juga nantinya diharapkan melakukan proses penegakan hukum secara terkoordinatif dan terpadu atas temuan WPMI yang diketahui akan atau telah bekerja secara nonprosedural di luar negeri,” tutur Hery.
Direktur Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, Ronnie F Sompie, berkeinginan PKS ini lebih mengedepankan upaya pencegahan PMI nonprosedural.
“Namun demikian apa yang dilakukan hari ini bukan hanya menunjuk kepada penegakan hukum itu sendiri tapi bagaimana upaya pencegahan yang kita lakukan terutama untuk mencegah terjadinya perdagangan orang dengan korban para buruh migran,” ungkap Ronnie.
Menurut Ronnie, sampai saat ini banyak penyalahgunaan visa haji dan umrah sebagai sarana untuk bekerja secara ilegal diluar negeri. Hal ini ditandai oleh kasus jemaah Umroh dan haji yang tidak kembali ke tanah air karena bekerja di luar negeri dengan mengandalkan visa haji dan umroh.
“Jika umroh dijadikan modus imigrasi tidak bisa mencegah dengan menunda pemberian paspor orang yang mau umroh karena imigrasi bukan ahli nujum untuk mengetahui bahwa mereka akan menggunakan modus ini untuk bekerja di Arab. Oleh karena itu kerjasama di mana kami meminta rekomendasi,” ungkapnya.
Ronnie berharap Kementerian Agama memberikan bisa menindaklanjuti persoalan tersebut dengan memberikan rekomendasi dan mengecek kebenaran setiap WNI yang akan berangkat umroh. Namun demikian hal ini harus tetap menjadi perhatian bersama terutama Kemenkumham, Kemnaker, Kemenag dan Kepolisian Republik Indonesia.
“Dalam memberikan paspor kita tidak bisa mengira bahwa mereka akan menjadi buruh migran bermasalah bahkan meninggal dunia. Ini juga menjadi persoalan kita semua,” pungkasnya.(rls/SpiritNews)