
Jakarta, SpiritNews-Untuk mewujudkan migrasi pekerja migran yang lebih baik, perlu adanya penegakan hukum ketenagakerjaan yang tegas untuk memastikan pelaksanaan penempatan pekerja migran Indonesia berjalan secara baik.
Demikian diungkapkan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta) dan Perluasan Kesempatan Kerja (PKK), Kementerian Ketenagakerjaan, (Kemnaker), Maruli A. Hasoloan dalam Forum Group Discussion bertema “Penegakkan Hukum Dalam Pelindungan Pekerja Migran Indonesia” di Hotel Ibis, Jakarta, Rabu-Kamis (20-21/12/2017).
“Di UU PPMI Nomor 18 tahun 2017 juga diatur bahwa Polri, penyidik PNS kemnaker dapat melakukan tindakan penegakkan hukum terkait kordinasi. Dalam UU PPMI ada kepastian, bahwa kehadiran negara memastikan tata kelola PMI yang baik, akan menghasilkan tenaga kerja baik. Melalui penempatan proses yang baik dan hasilnya akan baik pula,“ kata Maruli.
Dijelaskan, Polri, Kemenkumham, Kemlu, TNI dan Kementerian Agama maupun Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kemnaker dapat melakukan tindakan dalam upaya mewujudkan penanganan terpadu pencegahan dan penegakkan hukum di bidang ketenagakerjaan.
Dalam rangka memberikan pelindungan PMI lebih baik lagi, kata Maruli, pemerintah memiliki Satgas pekerja migran non prosedural sebanyak 21 orang dan tersebar kemana-mana. Satgas itu beranggotakan Wasnaker, Polri, Dukcapil, Dinsos dan Disnaker.
Dikatakan, berbagai modus digunakan dalam penempatan PMI ke luar negeri termasuk dengan memakai job order dari pengguna berbadan hukum (formal). Para pekerja migran ditempatkan pada pengguna perseorangan. Karenanya, untuk melindungi PMI di luar negeri, pejabat Pengantar Kerja dan Pejabat Pengawas Ketenagakerjaan pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah serta personil kepolisian harus memahami mekanisme penempatan dengan baik.
“Agar mampu membantu penegakkan hukum dan mengawasi setiap proses yang dilakukan untuk menghindarkan penyimpangan maupun dalam mengambil tindakan atas ketidakpatuhan,“ jelasnya.
Dirjen Pembinaan Pengawasan Tenaga Kerja (Binwasnaker) dan Kesehatan Keselamatan Kerja (K3), Sugeng Priyanto, mengatakan, pelindungan PMI bertujuan untuk menjamin pemenuhan dan penegakan HAM serta menjamin pelindungan hukum, ekonomi dan sosial.
“Perlindungan sebelum bekerja aspek administrasi meliputi kelengkapan dan keabsahan dokumen dan penetapan kondisi dan syarat kerja. Sedangkan persyaratan teknis meliputi sosialisasi dan diseminasi informasi, diklat kerja, jaminan sosial dan fasilitas pemenuhan hak,“ kata Sugeng.
Sugeng menjelaskan, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan dan pelindungan PMI. “PPNS Ketenagakerjaan berwenang melakukan penyidikan tndak pidana dalam UU PPMI, “ katanya.
Survei Bank Dunia kata Sugeng menyebut data jumlah pekerja migran terbanyak Indonesia sebanyak 13 persen di negara Saudi Arabia, 55 persen di Malaysia, Singapura 5 persen, 6 persen di Hongkong dan di China Taipe/Taiwan sebanyak 10 persen.
“Ini menggeser pemahaman kita selama ini, ternyata di Arab Saudi, pekerja migran hanya 13 persen dan terbesar di Malaysia, “ katanya.
Kegiatan FGD diikuti 80 peserta dari pusat, 12 provinsi dan 17 kabupaten, Terdiri dari unsur pengawas ketenagakerjaan pusat, provinsi kabupaten, satgas sebanyak 36 orang. Sebanyak 32 orang dari pejabat fungsional Pengantar Kerja provinsi dan kabupaten dan 12 personil kepolisian provinsi dan kabupaten.(rls/SpiritNews)







