Tuntut Kenaikan Upah, 2.000 Buruh Seruduk Pendopo Kabupaten Sukabumi

  • Whatsapp
Ribuan buruh di Kabupaten Sukabumi unjuk rasa menuntut kenaikan upah
Ribuan buruh di Kabupaten Sukabumi unjuk rasa menuntut kenaikan upah

Kabupaten Sukabumi, SpiritNews-Sekitar 2.000 lebih buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja Tekstil Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SP TSK SPSI) Sukabumi, lakukan aksi damai  menuntut kenaikan upah minimum sektoral di depan Pendopo Negara Kabupaten Sukabumi, Kamis (21/12/2017).

Para buruh itu terpantau berkumpul sekitar pukul 10.00 WIB, dan mendapat pengawalan ketat dari aparat Kepolisian serta TNI. Kendati massa memenuhi depan pendopo, namun tidak menganggu arus lalu lintas. Sesekali mereka meneriakkan yel-yel dan menyampaikan tuntutan.

Bacaan Lainnya

Namun hingga pukul 13.00 WIB, ribuan buruh itu belum bisa bertemu dengan Bupati Sukabumi, Marwan Hamami. Para buruh ini hanya ditemui pejabat dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Sukabumi.

Koordinatir aksi, Popon, kepada wartawan, mengatakan, tuntutan upah minimum sektoral bukan tuntutan yang ngawur.

“Karena sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan maupun Peraturan Pemeirntah (PP) Nomor 78 tahun 2005 tentang pengupahan, serta didukung pula oleh aturan lainnya,” tegasnya.

Ia menegaskan selama tiga tahun terakhir ini, buruh dan serikat pekerja dalam memperjuangkan upah sektoral sepatu dan garmen sekala besar, selalu di pingpong oleh pemerintah dan pengusaha.

“Tuntutan kami selalu gagal selama tiga tahun terakhir ini, dengan alasan klasik,” jelas dia.

Sementara pihak pegusaha, selalu beralasan, akan melaksanakan upah sektoral apabila sudah ditetapkan pemerintah.

“Di sisi lain, pemerintah beralasan agar buruh dan pengusaha berunding. Dan pengusaha selalu sulit diajak untuk berunding,” imbuh dia.

Upaya tuntutan upah sektoral pada tahun 2017 ini, imbuh dia, semakin tidak ada kepastian. Buruh dan serikat pekerja menjadi penonton, karena pengusaha lebi memihak memberikan upah padat karya.

“Dengan cara membeirkan kuasa ke asosiasi pengusaha, dengan berbagai alasan yang sulit diterima buruh,” terangnya.

Belum lagi, kata dia, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) selalu mengulur-ulur waktu apabila membicarakan upah buruh.

“Dan dalam aksi ini, kami ingin mempertanyakan, mau sampai kapan saling lempar tanggungjawab?,” lugasnya.(ony)

Pos terkait