Kabupaten Purwakarta, SpiritNews-Satomi Deguci (22) warga Osaka, Jepang mengaku telah lama mendengar nama Kabupaten Purwakarta. Informasi daerah yang terkenal dengan destinasi wisata ini diperoleh dari warga Purwakarta yang meneruskan studi sambil bekerja di Jepang.
Penasaran tentang cerita temannya tersebut, perempuan yang aktif di Japan Foundation itu menyempatkan terbang dari Jepang ke Indonesia. Ia tiba pada Sabtu (10/2) siang dan langsung menuju Museum Diorama Panyawangan Tatar Sunda, di Jalan KK Singawinata, Purwakarta.
Usai berkeliling, Satomi sangat terkesan dengan penyajian data sejarah di museum tersebut. Kata dia, sama seperti di Jepang, Purwakarta di bawah kepemimpinan Bupati Dedi Mulyadi berhasil memadukan spirit kultur dan teknologi.
“Ini museum yang berkelas, sangat menarik. Museum ini memadukan kultur dan teknologi. Belajar sejarah tapi mengasyikan, tadi saya belajar meniup suling Sunda,” katanya terkesan.
Tokoh pewayangan berwajah merah rupanya menarik perhatian Satomi. Berdasarkan penuturan petugas diorama, tokoh wayang tersebut bernama Astrajingga atau juga dikenal luas dengan nama Cepot.
Si Cepot sendiri pernah menjadi julukan bagi Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi. Tokoh ini biasa diperankan oleh dalang di berbagai pertunjukan sebagai sosok jenaka dan pandai menghibur. Tetapi, dibalik sifat jenakanya, tokoh ini juga kaya nilai spiritual seperti ayahnya, Ki Semar Badranaya.
“Ini lucu, wajahnya merah, kata petugas tokoh wayang ini luar biasa,” tuturnya.
Menurut Satomi, Purwakarta merupakan daerah yang mengedepankan kultur sebagaimana tempat tinggalnya di Jepang. Karena itu, ia merasakan, berkunjung ke Purwakarta sama halnya dengan pulang ke rumah sendiri.
“Kulturnya berkembang dan menjadi andalan daerah. Saya kesini ibarat pulang ke rumah,” katanya.
Dalam berbagai kesempatan, Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi memang sering melontarkan filosopi budaya orang Jepang dalam membangun daerah. Meskipun sudah menjadi negara maju dan modern, Jepang tidak pernah meninggalkan kultur bangsanya sendiri.
“Jepang itu produsen kendaraan bermotor, tapi warga Jepang tidak bisa sembarangan memiliki kendaraan bermotor. Anak-anak Jepang masih belajar menenun kimono, anak-anak Jepang masih belajar menyajikan teh. Kemajuan mereka didasarkan pada kultur bangsanya,” kata Dedi yang sempat berfoto bersama Satomi. (rls/SpiritNews)