Jakarta, SpiritNews-Produktivitas tenaga kerja di Indonesia terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Namun, masih diperlukan berbagai inovasi agar produktivitas Indonesia dapat berkembang lebih cepat dan masif.
“Produktivitas tenaga kerja Indonesia harus ditingkatkan secara terus menerus, agar kita menjadi bangsa yang maju dan menang dalam persaingan era Industri 4,0,” kata Sesditjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas (Binalattas), Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Kunjung Masehat saat membuka Conference and Workshop on Innovation Development di Jakarta, Selasa (6/3/2018).
Asian Productivity Organization (APO) mencatat, pada tahun 2015 produktivitas per pekerja Indonesia mencapai US$ 24,3 ribu. Angka ini dua kali lipat lebih tinggi dibanding produktivitas pada tahun 1990. Artinya, selama 25 tahun produktivitas Indonesia tumbuh 3,1 persen per tahun.
Sedangkan The Conference Board dalam Total Economy Database mencatat produktivitas per pekerja Indonesia pada tahun 2017 telah menembus US$ 24,6 ribu.
Masehat, mengatakan, percepatan peningkatan produktivitas ini perlu dilakukan untuk mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain.
“Selain kualitas sumber daya manusia (SDM), pemanfaatan teknologi, dan perbaikan manajemen, inovasi merupakan salah satu faktor paling penting untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing bangsa,” kata Masehat.
Diakuinya, saat ini produktivitas per pekerja Indonesia berada pada urutan ke-11 dari 20 negara anggota APO. Sedangkan di tingkat ASEAN, produktivitas per pekerja Indonesia berada pada urutan ke-4.
“Dari sisi daya saing, Indonesia berada pada posisi ke-36 diantara 137 negara. Adapun di tingkat ASEAN, Indonesia berada pada posisi ke-4 diantara 9 negara ASEAN yang tercatat dalam The Global Competitiveness Report 2017-2018,” jelasnya.
Untuk itu, Masehat mengajak seluruh elemen bangsa turut serta dalam mengembangkan inovasi untuk mendorong peningkatan produktivitas nasional. Menurutnya, banyak pemikiran atau konsepsi di tengah masyarakat yang dapat membantu pada tercapainya sustainable productivity dan sustainable development.
“Menjadi yang terbaik adalah penting, tetapi menjadi lebih baik dari sebelumnya, itu jauh lebih penting. Terus menerus memperbaiki, berinovasi untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya, itulah hakekat produktivitas,” ujarnya.
Manfaatkan Keanggotaan APO
Dalam kesempatan ini Sesditjen Kunjung juga menyebut, Indonesia telah menjadi anggota APO sejak tahun 1962. Namun, ia menilai keanggotaan Indonesia tersebut belum dimaksimalkan dengan baik oleh seluruh elemen masyarakat.
Ada beberapa topik yang bisa digali dari APO untuk melakukan inovasi. Diantaranya industri, Service Area, agriculture, impairment, dan sebagainya.
Ia berharap, kementerian/badan, perguruan tinggi, dan unsur masyarakat dapat memanfaatkannya dengan baik. Sehingga dapat mengambil pengalaman dari negara-negara lain dalam mengembangkan produktivitas dan daya saing bangsa.
“Kita manfaatkan untuk dalam rangka sharing information yang mereka lakukan, pengalaman mereka di negara mereka dan juga pengalaman mereka menjadi penggerak di bidang yang akan kita kembangkan,” ujarnya.
Selain itu, Indonesia memiliki tantangan pengangguran terbuka dengan prosentase 5,3 persen dari jumlah penduduk penduduk Indonesia. Hal ini bisa dimanfaatkan agar mereka bisa berinovasi dalam bidang inkubasi bisnis.
“Salah satu tantangan kita kan bagaimana agar mereka bisa terlibat dalam inovasi dan pengembangan inkubasi bisnis supaya mereka bisa meng-create pekerjaan, bukan mencari pekerjaan,” ucapnya.
Acara Conference and Workshop on Innovation Development yang berlangsung selama 2 hari (6-7 Maret) ini merupakan hasil kerja sama Ditjen Binalattas Kemnaker dengan APO dan Direktorat Inovasi dan Inkubasi Bisnis (DIIB) Universitas Indonesia.
Adapun, dua narasumber yang dilibatkan dalam acara ini adalah Deputy Secretary General of The National Science Technology and Innovation Policy Office, Ministry of Science and Technology of Thailand, Akkharawit Kanjana-opas, Ph.D., dan Former Director of Gyeonggi Center for Creative Economy and Innovation (GCCEI) Republic of Korea, David Sehyeon Baek.(rls/SpiritNews)