Kabupaten Garut, SpiritNews-Calon Wakil Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi memiliki solusi atas mahalnya tagihan listrik yang harus dibayar warga miskin.
Solusi tersebut disampaikan mantan Bupati Purwakarta dua periode itu saat bertemu dengan Mak Ade (65), warga Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut. Mereka bertemu di sela kunjungan Dedi Mulyadi di kabupaten tersebut.
Mak Ade mengeluh, penghasilan dirinya yang sehari-hari berjualan sayur tahu hanya Rp 10 ribu. Karena itu, tidak pernah cukup untuk membayar tagihan listrik yang mencapai Rp 80 ribu per bulan. Padahal, di rumahnya tidak terdapat alat elektronik yang memakan energi listrik besar.
“Kalau enggak nabung dari awal bulan, itu enggak akan kebayar Pak. Jadi, setiap hari menyisihkan uang untuk bayar listrik,” keluhnya.
Akibat memprioritaskan untuk membayar tagihan listrik, Mak Ade harus makan dengan menu seadanya. Ikan teri dan sayur tahu sisa jualan menjadi lauk pauk sehari-hari.
Menanggapi keluhan tersebut, Dedi Mulyadi mengungkapkan bahwa pemerintah harus hadir memberi solusi. Subsidi tagihan listrik untuk warga miskin dia nilai menjadi urgensi yang harus dilaksanakan.
“Saya dapat keluhan soal tarif listrik, kondisi Mak Ade termasuk warga prasejahtera. Jadi, saya gulirkan program subsidi listrik bagi warga jompo dan sebatangkara,” kata Dedi.
Basis data akan menjadi pijakan pria yang lekat dengan iket Sunda tersebut dalam pelaksanaan program tersebut. Klasifikasinya menurut Dedi, penerima subsidi tersebut harus warga miskin, jompo dan hidup sebatangkara.
“Calon penerimanya secara detail didata dulu supaya tepat sasaran. Tujuannya, agar tidak terjadi perebutan subsidi dalam pelaksanaannya. Kalau tidak begitu, nanti warga mampu malah dapat subsidi kan bahaya,” katanya.
Mengingat luasnya wilayah Jawa Barat, Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat itu menegaskan diferensiasi program. Daerah Garut misalnya, masih membutuhkan program langsung pembangunan infrastruktur, dan pembangunan rumah tidak layak huni.
Sementara, dalam kunjungannya ke Kota Bekasi beberapa waktu kemarin, dia menemukan fenomena program tersebut tidak diperlukan. Kota Bekasi kata dia, membutuhkan subsidi kontrakan rumah karena infrastruktur di sana sudah relatif sangat baik.
“Dalam konteks Jawa Barat ini, program tidak bisa sejenis. Saya di Garut kita perlukan pembangunan infrastruktur sementara di Kota Bekasi saya gulirkan subsidi kontrakan,” tuturnya.(SpiritNews)