Jakarta, SpiritNews-Masa depan bisnis konstruksi di Indonesia dinilai suram. Pelaku usaha swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dihadapkan pada masalah masing-masing yang sama-sama berat. Gede Sandra, ekonom Lingkar Studi Perjuangan, menyatakan, kontraktor swasta tertekan oleh dominasi BUMN. Sementara BUMN terancam oleh jeratan utang yang mereka bikin selama ini.
Gede Sandra mengutip laporan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi), bahwa ada 37 ribu kontraktor swasta bangkrut akibat dominasi BUMN di proyek infrastruktur.” ujar Gede Sandra.
Dominasi BUMN dalam proyek infrastruktur senilai Rp 4,197 triliun memang amat menyolok. Bahkan dalam proses lelang, swasta kerap tak diajak. Misalnya dalam proyek pembangunan Bandara Internasional Yogyakarta di Kulonprogo yang diselenggarakan PT Angkasa Pura I.
Hanya 10 perusahaan yang diundang lelang. Semuanya BUMN: Perum Perumnas, Adhi Karya, Amarta Karya, Brantas Abipraya, Hutama Karya, Istaka Karya, Pembangunan Perumahan, Waskita Karya, Wijaya Karya, dan Nindya Karya. Nilai proyek mencapai Rp 6,5 triliun (termasuk PPN).
Dalam pembangunan 65 bendungan di seluruh Indonesia, sepanjang 2015-2019, BUMN juga menyapu bersih seluruh proyek. Nilai proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat itu mencapai Rp 29 triliun rupiah.
Wakil Ketua Umum Gapensi, Bambang Rachmadi, menegaskan, dominasi BUMN juga terlihat dari nilai proyek yang didapat. “Dalam proyek infrastruktur, rata-rata BUMN mendapat order Rp 328 trilun. Swasta rata-rata hanya Rp 15 miliar,” kata Bambang.
Namun BUMN bukan berati tidak ada masalah, Gede Sandra menyatakan, saham empat BUMN kontruksi di pasar modal Adhi Karya, Wijaya Karya, Waskita Karya, dan Pembangunan Perumahan– menunjukan adanya masalah. Selama Maret 2018, nilai saham BUMN konstruksi jatuh 12%. Di sepanjang tahun 2017, harga saham BUMN sudah merosot rata-rata 13,70%. “Harga tidak berbohong. Ada masalah di BUMN konstruksi,” kata Gede Sandra.
Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P), seperti dikutip Reuters, menyatakan, neraca keuangan BUMN tingkat utang terhadap pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi (EBITDA), naik 500%. Total utang empat BUMN konstruksi mencapai Rp 156,19 triliun pada 2017. “Awasi, jangan sampai persoalan di bisnis konstruksi melebar dan berdampak sistemik,” kata Gede Sandra.
Mohamad Hekal, anggota Komisi VI DPR, meminta BUMN menjaga kesehatannya. Hekal juga meminta pemerintah mendorong swasta lebih berperan dalam program infrastruktur. “Hubungan bisnis BUMN dan swasta juga harus dibenahi. Bayar tepat waktu dan beri margin keuntungan lebih baik,” ujar anggota Fraksi Partai Gerindra ini.(SpiritNews)