Kabupaten Trenggalek, SpiritNews-Seorang warga Trenggalek dibebaskan setelah menjalani pemasungan selama 18 tahun. Setelah dibebaskan oleh tim gabungan Dinas Sosial, pemerintah, TNI dan Polri, warga tersebut langsung dievakuasi ke RSUD Trenggalek.
Koordinator Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) Trenggalek Sumarni, mengatakan warga yang dipasung adalah Prayitno, warga RT 53 Desa/ Kecamatan Pule.
“Yang bersangkutan ini menjalani pemasungan dengan cara dikerangkeng dalam bilik bambu mulai tahun 2000 sampai sekarang, sebetulnya dulu pernah dibebaskan tapi kembali lagi,” kata Sumarni, Jumat (13/4/2018) di sekretariatnya.
Untuk membebaskan Prayitno, tim gabungan mendatangi langsung rumahnya di pelosok desa di Kecamatan Pule. Akses menuju rumah korban masih berupa jalan bebatuan atau makadam.
Proses pembebasan tidak mudah dilakukan karena Prayitno sendiri jusru enggan dikeluarkan dari dalam kurungan. Padahal bilik bambu yang digunakan untuk mengurungnya hanya memiliki ketinggian kurang dari satu meter, sehingga tidak bisa digunakan untuk berdiri.
“Dia justru menolak dan merasa nyaman di dalam situ, namun akhirnya berkat bantuan dari kerabat dan keluarganya, dia mau untuk dikeluarkan,” ujar Sumarni.
Setelah dikeluarkan, Prayitno langsung dievakuasi ke ruang Nusa Indah untuk perawatan penderita gangguan jiwa di RSUD dr Seodomo Trenggalek guna mendapatkan perawatan medis dan psikologi.
Tim TKSK ini menjelaskan, pemasungan Prayitno tersebut dilakukan selama 18 tahun terakhir. Pemasungan terpaksa dilakukan oleh keluarga karena Prayitno mengalami depresi dan membahayakan lingkungan.
“Waktu itu setelah dia menjalani pemasungan selama beberapa tahun, kami menerima laporan terkait kondisi itu. Kemudian tim gabungan juga melakukan pembebasan, korban juga sempat diobatkan,” jelas anggota TKSK ini.
Setelah kondisi depresi yang dialami Prayitno mulai stabil, akhirnya dikembalikan ke pihak keluarga. Saat itu korban juga mulai bersosialisasi dengan lingkungan seperti biasa, bahkan sering mancing ikan.
“Namun entah apa yang memicu, suatu saat dia melihat bilik bambu itu masih ada kemudian dia masuk sendiri dan mengikat bambunya dengan tali. Hingga kami bebaskan ini,” imbuhnya.
Pihaknya berharap, saat setelah Prayitno menjalani pengobatan di rumah sakit dan kondisinya stabil pihak keluarga maupun lingkungan bisa menerima dengan baik dan memperlakukan seperti layaknya warga yang lain.
“Karena stigma keluarga atau lingkungan itu sangat berpengaruh. Kalau warga bisa menerima apa adanya dan tidak mengolok-olok kemungkinan besar bisa hidup normal lagi,” imbuh Sumarni.(SpiritNews)
Sumber:detiknews.com