Kota Bekasi, SpiritNews-Masyarakat Kampung Kranggan, Kelurahan Jatirangga, Kecamatan Jatisampurna, masih terus menjaga dan melestarikan budaya serta adatnya, seperti Budaya Babarit yang digelar pada Jumat (27/7/2018) lalu.
Camat Jatisampurna, Abi Hurairah menyampaikan, masyarakat Kranggan lekat dengan adat Sunda. Terlebih lagi kampung ini terletak persis di perbatasan Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Masyarakat mempunyai tradisi yang dijaga turun temurun dan konon telah ada sejak berabad-abad lamanya bernama Babarit.
“Budaya Babarit merupakan akronim dari kata “ngababarkeun ririwit” yang artinya melenyapkan kesusahan atau dengan kata lain bisa disebut sebagai salametan bumi,” ungkap Abi Hurairah kepada Spiritnews, Minggu (29/7/2018).
Masyarakat Kranggan akan menuangkan rasa syukurnya terhadap alam, leluhur, dan Sang Pencipta. Upacara juga digelar untuk menyambut datangnya tahun baru Saka dan berlangsung dua kali setiap tahunnya.
“Maka dari itu, untuk mengungkapkan rasa syukur kepada sang pencipta, bahwa masyarakat telah diberikan kesehatan, diberikan kecukupan sandang, pangan, papan, tidak ada bencana, tidak ada bala selama setahun ini,” bebernya.
Dalam upacara tersebut, warga Kampung Kranggan berkumpul dengan membawa sesajian hasil bumi berupa buah-buahan, kue, ikan, daging, serta nasi lima warna yang diletakkan dalam sebuah jalinan bambu yang beralaskan daun pisang berukuran 1,5 x 1,5 meter. Sisanya mereka akan menempatkan berbagai kudapan tersebut dalam sebuah baskom atau wadah-wadah lain.
Upacara ini dipimpin sesepuh desa yang dikenal sebagai Bapak Kolot. Pemuka desa ini akan duduk di tengah kerumunan warga dan di depan sesajian yang telah terhidangkan, dengan melantunkan doa dan mantra-mantra meminta keselamatan serta keberkahan kehidupan masyarakat sembari membakar kemenyan yang menambah khidmat pelaksanaan upacara.
“Maksud dan tujuan dari babarit ini, sebagaimana sejarah dan tradisi di Kranggan, kita bisa saling memupuk rasa Kebersamaan,” tutur Abi.
Menurutnya, tradisi ini telah membaur sekian lama dengan masyarakat. Meskipun sarat dengan adat Sunda, babarit telah menjadi kebutuhan spiritualitas masyarakat. “Terlepas dari berbagai perbedaan latar belakang kehidupan pribadinya. Ini acara bersama, tidak lihat suku, ras, agama, atau kepercayaan. Semua warga Kranggan akan mengikuti adat buhun, adat leluhur,” jelasnya.
Pelaksanaan upacara babarit setidaknya berpengaruh besar terhadap kehidupan sosial, dimana nilai-nilai agung di dalam upacara dapat memupuk rasa kebersamaan.
“Pertama, dapat mempererat tali silaturahmi, bisa untuk saling bertukar pikiran, saling nganjang sono sesama warga. Kedua terhadap persatuan, masyarakat tidak akan saling membeda-bedakan melihat sukunya apa, keyakinannya apa, agama apa, yang jelas bersyukur pada sang pencipta. Ketiga gotongroyong, di mana warga akan terlihat saling bantu membantu antar sesama,” kata Abi.
Lurah Jatirangga, Namar Naris mengungkapkan, pihaknya sangat mendukung penuh kelangsungan tradisi ini. Babarit tidak bisa dilepaskan atau telah guyub menyatu dengan Kranggan. Maka tak heran, pelaksanaan dilakukan di 27 tempat di wilayah Kelurahan Jatirangga.
“Tentunya kegiatan yang telah ada perlu kita lestarikan sesuai dengan visi Kelurahan Jatirangga terdepan dalam SDM, lestari adat budaya. Jadi untuk memperkuat adat budaya kita kawal acara. Dan dalam even-even tertentu, para tokoh adat kita berikan penghargaan untuk memotivasi, agar budaya ini jangan sampai punah. Karena ini untuk pembelajaran juga bagi generasi selanjutnya,” ungkapnya.(sam/adv)