Hati-Hati Pemberian Obat pada Si Kecil

  • Whatsapp

Kabupaten Karawang, SpiritNews-Daya tahan tubuh anak memang belum sekuat orang dewasa, karena masih dalam tahap perkembangan atau belum matang. Hal ini menyebabkan anak mudah sakit dan kadang memaksa orangtua untuk memberikan obat kepada anak-anaknya. Padahal, kesalahan pemberian obat bisa berakibat fatal pada anak.

Pemberian obat-obatan tanpa memperhatikan dosis obat, efek samping, reaksi tambahan ataupun interaksi obat dengan makanan atau antar obat, dapat merugikan kesehatan anak bahkan menyebabkan kematian. Untuk itu perlu sikap bijaksana dan hati-hati dari orangtua dalam memberikan obat pada anak.

Bacaan Lainnya

Obat yang paling sering diberikan oleh orangtua pada anak adalah obat penurun panas. Obat penurun panas biasanya diberikan jika suhu tubuh anak mencapai 37,5 derajat celsius. Penyebab demam umumnya karena adanya infeksi oleh mikroorganisme (virus, bakteri, jamur, parasit), tetapi bisa juga disebabkan karena kekurangan cairan atau dehidrasi.

Untuk itu selain memberikan obat penurun panas, perlu juga pemberian minum yang banyak pada anak yang mengalami demam. Penyebab demam yang lain adalah reaksi alergi,penyakit autoimun dan keganasan. Pemberian obat penurun panas atau demam harus memperhatikan jenis obat panas yang diberikan dan dosisnya harus tepat.

Obat penurun panas yang biasa digunakan adalah golongan paracetamol atau acetaminophen. Obat golongan ini jika diberikan dalam dosis berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama bisa menyebabkan gangguan fungsi hati (drug induce hepatitis) atau bahkan dapat menyebabkan keracunan.

Obat penurun panas lain yang sering juga digunakan adalah golongan Non Steroid Anti Inflamasi (NSAID) seperti ibuprofen. Obat ini dapat menyebabkan terjadinya iritasi bahkan perdarahan pada saluran cerna terutama saat diminum dalam keadaan perut kosong.

Hindari pemberian aspirin atau asam salisilat pada anak terutama bayi karena walaupun jarang dapat menyebabkan efek samping yang serius yaitu Sindroma Reye, suatu keadaan yang ditandai dengan muntah-muntah hebat, diare, gangguan fungsi hati yang berat, penurunan kesadaran dan dapat berakhir dengan kematian dalam beberapa jam. Oleh karenanya orangtua dianjurkan untuk selalu membaca baik-baik label kemasan obat karena banyak obat yang dijual bebas di apotik maupun toko obat yang mengandung aspirin.

Obat berikut yang sering diberikan orangtua pada anak adalah obat batuk-pilek yang biasanya sudah di campur dalam sediaan sirup. Secara umum, terbagi atas dua jenis berdasarkan jenis batuk yang ingin diobati. Pertama adalah jenis penekan batuk (antitusif) seperti Dekstromethorphan dan Codein. Golongan antitusif ini gunanya untuk menekan batuk kering terutama akibat iritasi tenggorokan dan alergi. Cara kerjanya yaitu secara sentral bekerja di otak untuk menekan batuk dengan jalan meningkatkan ambang rangsang refleks batuk.

Namun obat batuk jenis ini jika digunakan dalam dosis yang besar bisa berbahaya. Misalnya dekstromethorphan mempunyai efek samping euphoria, halusinasi, efek disosiasi (perasaan jiwa dan raga terpisah), gangguan irama jantung, kejang, penurunan kesadaran dan kerusakan otak. Dengan kata lain efeknya terutama mengenai saraf pusat yang berhubungan dengan gangguan kesehatan jiwa ataumental. Obat ini merupakan obat yang paling sering disalahgunakan oleh anak muda untuk mendapatkan efel euforianya.

Obat penekan batuk berikutnya adalah kodein. Obat ini dilarang diberikan pada anak karena efeknya yang dapat menekan pusat pernapasan sehingga dapat menyebabkan kematian. Obat batuk sirup golongan kedua adalah golongan mukolitik-ekspektoran yaitu obat yang cara kerjanya meningkatkan sekresi air di saluran pernapasan dan mengurangi kekentalan lendir sehingga mudah dikeluarkan. Obat-obat golongan ini misalnya ambroxol, brombexin, erdostein, n-asetilsistein. Semua obat-obatan ini umumnya tidak dianjurkan pada anak di bawah 2 tahun kecuali atas petunjuk dokter mengingat efek sampingnya.

Obat pikek yang biasanya dicampur bersama obat batuk terutama efedrin dan pseudoefedrin bisa menyebabkan rasa kering pada tenggorokan, jantung berdebar, susah tidur, peningkatan tekanan darah dan denyut jantung tidak beraturan sehingga tidak dianjurkan diberikan pada anak di bawah 1 tahun kecuali dengan resep dokter.

Penggunaan obat mual dan muntah juga harus hati-hati diberikan pada anak-anak. Misalnya obat muntah yang isinya Metoklopramid bisa menyebabkan timbulnya gejala ektrapiramidal yaitu terjadinya spasme atau kekakuan otot serta distonia yaitu kontraksi otot yang tidak terkontrol.

Distonia biasanya menyebabkan gerakan atau postur yang tidak abnormal seperti mata mendelik ke atas, lidah memuntir, wajah seperti nyengir (trismus), meringis (grimace), serta kekakuan pada tangan dan kaki (opistotonus). Obat muntah yang sering juga diberikan pada anak adalah Ondansetron yaitu antagonis serotonin yang tujuan utamanya adalah untuk mengatasi mual dan muntah akibat kemoterapi, radioterapi ataupun paska operasi.

Walaupun efektif mengatasi muntah tapi ondansetron memiliki efek samping ekstrapiramidal yang lebih besar dibandingkan dengan obat muntah golongan antagonis dopamin seperti Domperidone. Sehingga domperidone merupakan obat muntah yang paling aman untuk diberikan pada anak mengingat efek sampingnya yang jarang dan kalaupun ada gejalanya ringan.

Antibiotika juga obat yang cukup sering diberikan orangtua bahkan oleh dokter. Penggunaan antibiotika ini sudah menjadi issue global, dimana pemberian yang tidak sesuai indikasi terjadi di seluruh dunia termasuk di Indonesia.

Infeksi saluran pernapasan akut atas (ISPA atas) merupakan masalah tersering yang dijumpai pada praktek sehari-hari. ISPA atas dengan gejala umumnya panas disertai batuk dan pilek,merupakan penyebab terbanyak penggunaan antibiotika yang tidak rasional sehingga menyumbangkan dampak resisten antibiotik secara global.

Anak normal dapat mengalami ISPA atas sebanyak 6-8 episode dalam setahun. Penyebab ISPA atas hampir selalu oleh virus dan hanya sebagian kecil oleh bakteri atau kuman. Karenanya sebagian besar anak dengan ISPA tidak perlu diberikan antibiotika. Pemberian antibiotika berulang-ulang pada penyakit yang bukan disebabkan oleh bakteri dapat mengakibatkan bakteri menjadi kebal atau resisten.

Bila suatu bakteri yang tadinya sangat responsif terhadap suatu antibiotika, dengan berjalannya waktu karena bakteri tersebut sudah mengenal antibiotika yang sama terus-menerus, maka bakteri dapat mengakali antibiotika tersebut dengan cara melakukan mutasi (perubahan) gen-nya secara spontan atau melakukan perpindahan materi genetik yang membawa sifat resisten secara horisontal dari satu kuman ke kuman yang lain atau secara vertikal dari sel induk ke anaknya.

Dalam suatu paparan kuman terhadap antibiotika, kuman yang sensitif akan mati sedangkan yang resisten dapat bertahan hidup dan berkembang sehingga akibat proses seleksi ini timbullah koloni kuman yang resisten dan segera menyebar kemana-mana melalui kontak langsung antar orang per orang atau melalui alat-alat yang digunakan sehari-hari.

Terus bagaimana caranya kita menggunakan antibiotika yang aman?

Apabila orangtua mendapatkan anaknya sakit, pastikan anak tersebut diperiksakkan ke petugas kesehatan yang kompeten. Tanyalah dokter anda, apa yang menyebabkan anak anda sakit. Dokter akan memeriksa dan menganalisa serta menjelaskan kemungkinan sebab penyakit, baik melalui pemeriksaan secara langsung maupun dengan bantuan pemeriksaan penunjang seperti laboratorium dan pencitraan (rontgen).

Setelah hasilnya dianalisis, dokter mungkin memberikan antibiotika dan mungkin pula tidak karena anak anda tidak memerlukannya. Sehingga janganlah meminta pemberian antibiotika kepada anak anda apabila dokter memutuskan untuk tidak memberikan antibiotika.

Apabila anda merasa, anak anda hanya mengalami batuk-pilek biasa, yang umumnya hanya memerlukan istirahat, banyak minum dan obat-obatan untuk mengurangi tanda dan gejala, atau dengan kata lain kemungkinan besar akibat virus, janganlah orangtua memberikan antibiotika. Namun bila gejala tersebut semakin parah atau sudah berlangsung cukup lama, segeralah ke dokter. Sehingga dokter akan memutuskan perlu tidaknya pemberian antibiotika.

Orangtua harus selalu ingat bahwa antibiotika hanya ampuh untuk mengobati infeksi akibat bakteri apabila jenis antibiotika yang dipilih tepat, diberikan dalam dosis yang tepat, cara pemberian tepat, frekuensi yang tepat dan dalam jangka waktu yang tepat pula. Dan yang paling tau tentang hal-hal tersebut adalah dokter anda. Jadi selalu konsultasikan penggunaan antibiotika dengan dokter anda untuk mencegah bahaya timbulnya resistensi antibiotika.

Demikian sedikit uraian tentang perlunya kehati-hatian dalam pemberian obat-obatan pada anak karena disamping bisa menyembuhkan penyakit, obat juga bisa merugikan anak bila tidak diberikan sesuai indikasi dan dengan dosis yang tepat. Diharapkan dengan bertambahnya pengetahuan orangtua dalam hal obat-obatan yang sering digunakan pada anak dapat mencegah terjadinya efek merugikan dan berbahaya dari obat terhadap anak.(rls/SpiritNews)

Pos terkait