APBD 2018 Defisit Rp 900 Miliar, Banggar Ingatkan Pemkot Bekasi

  • Whatsapp
https://spiritnews.co.id

Kota Bekasi, SpiritNews-Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Bekasi mengingatkan Pemerintah Kota (Pemkot) Bekasi, untuk mewaspadai situasi keuangan daerah yang kini defisit sekitar Rp 900 miliar.

“Ada beberapa hal yang memicu bengkaknya defisit APBD 2018 di Kota Bekasi. Dan ini harus menjadi perhatian serius pemangku kebijakan Pemkot Bekasi,” ungkap Anggota Banggar DPRD Kota Bekasi, Chairoman J. Putro kepada SpiritNews, Minggu (2/9/2018).

Bacaan Lainnya

Menurutnya, faktor pemicu itu di antaranya kebijakan kepala daerah yang menambah TPP 6.000 lebih Aparatur Sipil Negara (ASN). Pada 2018, Pemkot Bekasi mengalokasikan anggaran hingga Rp 1,4 triliun untuk biaya gaji pegawai, atau mengalami kenaikan 20 persen dibanding 2017.

“Untuk kenaikan belanja pegawai, seorang pejabat eselon III B atau sekelas kepala bidang bisa mengantongi penghasilan rata-rata Rp 35 juta dalam sebulan. Rinciannya Rp 25 juta tunjangan perbaikan penghasilan, dan sisanya adalah gaji pokok pegawai sesuai golongan dan masa kerja,” tuturnya.

Baca Juga: Untuk Kepentingan Pileg dan Pilres 2019, Pj Walikota Bekasi Diganti

Choiroman menilai, biaya belanja pegawai di Pemkot Bekasi dianggap cukup tinggi dibanding dengan daerah lain di Jawa Barat, sehingga membebani postur keuangan daerah. Faktor pemicu berikutnya adalah pengerjaan proyek tahun jamak yang menjadi janji politik kepala daerah, Rahmat Effendi.

Pada 2018, ada sejumlah proyek lanjutan infrastruktur, diantaranya relokasi Mapolrestro Bekasi, rehabilitasi kantor Kejaksaan Negeri Bekasi, relokasi Kantor Layanan Imigrasi Bekasi, pembangunan kolam retensi penanggulangan banjir, serta sejumlah proyek duplikasi jembatan penanggulangan kemacetan.

“Seluruh kegiatan itu ditangani oleh dua Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air (BMSDA) serta Dinas Perumahan Kawasan Permukiman dan Pertanahan (Disperkimtan) Kota Bekasi, dengan total kebutuhan anggaran berkisar Rp 1 triliun,” tuturnya.

Selain itu, pihaknya juga menyoroti tentang pembiayaan Kartu Sehat berbasis Nomor Induk Kependudukan (KS NIK) senilai Rp 200 miliar untuk menutupi biaya kesehatan masyarakat. Ada juga penambahan jumlah tenaga kerja kontrak (TKK) di seluruh OPD yang dianggap terlalu banyak.

“Pemerintah sekarang sedang mati suri, karena dana yang tersisa saat ini hanya untuk keperluan gaji pegawai, seperti honor TKK dan tunjangan aparatur,” katanya.

Berita Lain: Pemkab Bekasi Dinilai Tutup Mata soal Bencana Kekeringan yang Dialami Masyarakat

Penambahan TKK di seluruh OPD juga menjadi beban keuangan daerah, karena selain memperoleh gaji Rp 3,9 juta per bulan, mereka juga mendapat TPP dikisaran Rp 1 juta sampai Rp 2,5 juta per bulan. Pada 2017, jumlah TKK di Kota Bekasi sekitar 4.000 orang, namun 2018 ditambah sekitar 9.000 orang.

“Persoalan itu perlu disikapi Pemkot Bekasi dengan berupaya memangkas sejumlah alokasi dana pemicu defisit APBD. Misalnya, nilai TPP di kalangan aparatur dipotong menyesuaikan keuangan daerah dan menghentikan sementara proyek tahun jamak,” bebernya.(sam)

Pos terkait