SITUASI abad 21 sering kali diidentikan dengan masyarakat informasi, yang ditandai oleh munculnya fenomena masyarakat digital. Meneruskan perkembangan masyarakat industri generasi pertama, sekarang ini, abad 21 dan masa mendatang, dunia akan memasuki era revolusi industri 4.0, atau di sebut era inovasi disruptif. Inovasi disruptif membantu menciptakan pasar baru, tetapi mengganggu atau merusak pasar yang sudah ada, dan pada akhirnya menggantikan teknologi yang sudah ada. Siap tidak siap, kita semua harus menghadapinya.
Berbagai aspek kehidupan mulai berubah akibat dampak dari revolusi industri 4.0, mulai dari perubahan pola pikir dan gaya hidup manusia. Menghadapi tantangan ini, pendidikan dan pembelajaran dituntut untuk berubah, termasuk di dalamnya pendidikan dan pembelajaran pendidikan. Memperbaiki pendidikan dan pembelajaran pendidikan, tidak bisa tidak harus melalui perbaikan kualitas guru.
Performa guru era revolusi industri 4.0 adalah guru yang termasuk ke dalam kecerdasan buatan (artificial intelligent), perdagangan elektronik, data raksasa, teknologi finansial, ekonomi berbagi, hingga penggunaan robot, tanpa mengesampingkan pentingnya tugas mulia penumbuhan budi pekerti luhur bagi anak didik. Pola pengajaran yang ditawarkan juga tidak selalu teori, melainkan diskusi antara kelompok dan tentunya praktek. Selain itu, proses pembelajaran juga tidak harus dilakukan di dalam kelas, bisa juga dengan sistem online.
Indonesia yang merupakan bagian dari masyarakat global, juga berkembang sebagaimana alur linieristik tersebut, setidaknya dari sudut pandang pemerintah sejak era Orde Baru. Akan tetapi pada kenyataannya kondisi masyarakat Indonesia sekarang masih menunjukkan masyarakat primitif, ada yang masih agraris, ada yang sudah menunjukkan karakter sebagai masyarakat industrial, dan bahkan ada yang memang sudah masuk dalam era digital.
Oleh karena itu, meskipun era digital sudah begitu marak yang ditandai oleh makin luasnya jangkauan internet; namun demikian ada juga masyarakat yang masih belum terjangkau internet, dan bahkan masih berupa wilayah blank spot. Kondisi seperti itu juga berimplikasi terhadap perkembangan pelayanan pendidika. Akan tetapi pada abad 21 sekarang ini masyarakat Indonesia memang sudah menjadi bagian tidak terpisahkan dengan era digital. Karena itu apa pun harus menyesuaikan dengan kehadiran era baru berbasis digital, sehingga bagaimana menjadi bagian dari era digital sekarang ini dengan memanfaatkan teknologi digital dan berjejaring ini secara produktif.
Melalui guru, dunia pendidikan mesti mengonstruksi kreativitas, pemikiran kritis, kerja sama, penguasaan teknologi informasi dan komunikasi serta kemampuan literasi digital. Guru dituntut menguasi kompetensi kognitif, kompetensi sosial-behavioral, dan kompetensi teknikal.Era revolusi industri 4.0 merupakan tantangan berat bagi guru Indonesia. Mengutip Jack Ma dalam pertemuan tahunan World Economic Forum 2018, pendidikan adalah tantangan besar abad ini. Jika tidak mengubah cara mendidik dan belajar-mengajar, 30 tahun mendatang kita akan mengalami kesulitan besar.
Pendidikan dan pembelajaran yang sarat dengan muatan pengetahuan mengesampingkan muatan sikap dan keterampilan sebagaimana saat ini terimplementasi, akan menghasilkan anak didik yang tidak mampu berkompetisi dengan mesin. Dominasi pengetahuan dalam pendidikan dan pembelajaran harus diubah agar kelak anak-anak muda Indonesia mampu mengungguli kecerdasan mesin sekaligus bijak menggunakan mesin untuk kemaslahatan.
Siapkah guru kita menghadapai era revolusi industri 4.0 ketika masih disibukkan oleh beban penyampaian muatan pengetahuan dan ditambah berbagai tugas administratif? Saat ini yang dirasakan guru kita beban kurikulum dan beban administratif yang terlalu padat sehingga tidak lagi memiliki waktu tersisa memberi peluang anak didik menjelajahi daya-daya kreatif mereka menghasilkan karya-karya orisinal. Akibatnya, interaksi sosial anak didik terbatasi, daya kreasinya terbelenggu, dan daya tumbuh budi pekerti luhurnya bantet.
Implementasi pendidikan dan pembelajaran dibatasi dinding-dinding ruang kelas yang tidak memungkinkan anak didik mengeksplorasi lingkungan pendidikan yang sesungguhnya, ialah keluarga, masyarakat, dan sekolah. Guru menyelenggarakan pembelajaran selalu sebagaimana biasanya dan bukan sebagaimana seharusnya, miskin inovasi dan kreasi. Proses pembelajaran di sekolah tidak lebih merupakan rutinitas pengulangan dan penyampaian (informatif) muatan pengetahuan yang tidak mengasah siswa untuk mengembangkan daya cipta, rasa, karsa, dan karya serta kepedulian sosial.
Penulis:
Ani Suryani
Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten