DALAM dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat penting dimana guru merupakan fasilisator yang berperan aktif dalam suatu proses belajar mengajar. Melalui bimbingan guru yang profesional, setiap siswa dapat menjadi sumber daya yang berkualitas, inovatif, kreatif, kompetitif, dan produktif sebagai aset bangsa dalam menghadapi persaingan global di era millenial. Oleh karena itu, kemampuan dan moralitas guru sangat berpengaruh dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air.
Dewasa ini, masih banyak guru yang belum mematuhi dan mengamalkan kode etik profesi sebagaimana mestinya. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kasus pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan oleh guru. Sehingga menodai dunia pendidikan di Indonesia. Beberapa kasus pelanggaran kode etik profesi guru diantaranya yaitu, guru yang menendang 5 murid kelas VI di SDN Durenseribu Komplek Arco Sawangan, Depok dikarenakan terlambat mengikuti pelajarannya (DetikNews, 11 Februari 2013).
Sama halnya dengan yang terjadi di Ternate, Provinsi Maluku Utara. Seorang guru honorer memukul siswanya, menggunakan kayu hingga meninggal dunia dikarenakan ia tidak mengenakan seragam batik (Merdeka, 13 Oktober 2015). Begitu pula dengan seorang siswa di SMP 1 Besulutu, Kecamatan Besulutu, Kabupaten Konawe, penyebabnya sepele hanya karena menjatuhkan kursi secara tak sengaja menyebabkan siswa tersebut pingsan usai dipukul berkali-kali oleh gurunya (Liputan6, 25 Mei 2018).
Berdasarkan data KPAI, 40 persen siswa usia 13-15 tahun melaporkan pernah mengalami kekerasan fisik oleh teman sebaya. Sedangkan 75 persen siswa mengaku pernah melakukan kekerasan di sekolah. Selain itu, 50 persen anak melaporkan mengalami perundungan (bullying) di sekolah dan juga ada sebanyak 45 persen siswa laki-laki dan 22 persen siswa perempuan menyebutkan bahwa guru atau petugas sekolah merupakan pelaku kekerasan (Tempo, 2 Mei 2018).
Hal tersebut menjadi ironi yang sangat miris dalam ranah pendidikan Indonesia. Seharusnya guru sebagai tauladan yang baik namun menjadi tercoreng akibat tindakan-tindakan amoral. Dengan demikian, anak bangsa akan kehilangan teladan yang baik dimana sosok guru yang seharusnya adalah orang yang bermoral justru melakukan tindakan amoral.
Titik dari masalah hilangnya makna kode etik profesi keguruan di Indonesia, dikarenakan guru sudah tidak lagi memilki kompetensi kemampuan dasar (kepribadian) dan kurangnya kepatuhan dan pengamalan terhadap kode etik profesi oleh guru. Solusi dari permasalahan ini adalah menindak tegas dan memberikan sanksi berat pada oknum guru yang melakukan penyimpangan kode etik, perlu adanya penegakkan kode etik profesi keguruan di Indonesia untuk menguatkan kembali makna dan nilai-nilai yang terkandung dalam kode etik profesi di Indonesia, mewajibkan seorang guru untuk menjalankan profesinya sesuai kode etik keguruan, dan adanya kontrol dan monitoring dari pemerintah pusat dan daerah.
Penulis:
Siska Aitami
Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten