MENJADI seorang guru yang profesional tidaklah semudah dulu lagi, dimana sebelumnya sarjana-sarjana non keguruan/kependidikan bisa mengajar di sekolah-sekolah formal, namun saat ini gelar sarjana pendidikan (S.Pd) pun tidak bisa lagi diandalkan untuk menjadi guru, dan seperti yang kita ketahui di dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 8, seseorang baru dapat dinyatakan sebagai guru dan dapat mengajar dengan syarat memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
Satu hal yang sedikit aneh adalah orientasi para guru yang berpersepsi bahwa jika lulus sertifikasi maka akan mendapatkan tunjangan yang lebih. Iming-iming nominal inilah yang lagi-lagi membuat orientasi pendidikan kita menjadi lebih materialis. Lantas pemerintah kemudian berusaha untuk meningkatkan keprofesionalitasan tenaga pendidik dimana seorang guru yang ingin di akui sebagai tenaga profesional maka harus menempuh pendidikan profesi guru (PPG). Setelah ditangguhkannya Permendiknas no.87 tahun 2013, sarjana non-kependidikan diberi kesempatan untuk menjadi guru setelah mengikuti program PPG. Namun cukupkah itu? Kemudian seseorang bisa disebut sebagai guru profesional?
Sarjana non-kependidikan yang dimaksud yaitu sarjana yang berasal dari ilmu murni dengan akademis yang baik, memiliki potensi untuk mendidik dan mengajar serta memiliki keinginan untuk benar-benar menjadi guru, tentunya yang seperti itulah akan memberikan dampak baik bagi dunia pendidikan. Namun bila sebaliknya? Orang yang menjadi guru adalah orang yang kurang memiliki potensi mendidik maupun mengajar, namun pada saat mengikuti Pendidikan Profesi Guru yang terjadi hanyalah sebuah kebetulan sedang beruntung diterima, dan diakui sebagai guru profesional? Orang yang tidak memiliki niatan dan menjadi guru hanya karna sebuah iming-iming gaji tetap, justru akan membuat dunia pendidikan ini semakin memprihatinkan. Terkadang orang yang sedang “beruntung” itu justru menggeser kesempatan orang lain yang lebih berhak menjadi guru. Kebijakan yang seharusnya menjadikan pendidikan lebih baik namun jadi malapetaka jika pelaksanaannya tidak tepat.
Profesionalnya mendidik dan mengajar tidak instan ilmunya diperoleh melalui PPG. Terkait dengan hal tersebut, pelaksanaan PPG dibagi menjadi 2 semester, dimana semester pertama adalah workshop pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Bahan Ajar, Model Pembelajaran, Media Pembelajaran, Lembar Kerja Siswa (LKS) dan Penilaian. Dimana dalam proses workshop harus ada produk yang dihasilkan dan semuanya akan diuji dengan pelaksanaan peerteaching (praktek mengajar yang dilakukan seorang guru terhadap guru yang lainnya) sehingga semua perangkat tersebut akan diuji apakah sudah tepat atau belum. Jika masih belum tepat maka akan direvisi. Untuk semester dua akan ada tahap Program Pengalaman Lapangan (PPL) dimana kegiatan ini dilaksanakan di sekolah-sekolah yang berada di sekitar LPTK pelaksanaan PPG tersebut. Sejalan dengan kegiatan PPL, setiap peserta juga harus membuat Penelitian Tindakan Kelas (PTK) sebagai evaluasi kepada peserta untuk perbaikan pelaksanaan pembelajaran berikutnya. Setelah membuat PTK maka peserta juga harus mengikuti Ujian Tulis Nasional (UTN) sebagai pengukuran kemampuan peserta.
Dengan begitu guru harus mempunyai akademis yang baik, guru juga harus mempunyai tangan yang siap berkarya guna memajukan pendidikan selain itu juga hati, dimana aspek ini yang memang tidak dapat diperoleh dengan mudah, hati adalah anugerah dari Tuhan, tidak bisa didapat melalui bangku kuliah. Jadi bagi sarjana non-kependidikan maupun sarjana kependidikan agar dapat menyikapi kebijakan-kebijakan dengan baik, sehingga kebijakan diadakannya program PPG dapat menjadi inspirasi dan motivasi untuk memperbaiki diri, meningkatkan kualitas dan yang terpenting profesionalisme dalam dunia pendidikan, serta mampu menunjukan jati dirinya sebagai guru profesional yang bertanggung jawab.
Penulis:
Kartika Aprilia,
Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten