DUNIA pendidikan kita terus mulai berbenah diri. Pada tahun 2011, secara kualitas 88,8 persen sekolah di Indonesia, mulai dari SD hingga SMA/SMK, belum melewati mutu standar pelayanan minimal. Berdasarkan data yang ada, 40,31 persen dari 201.557 sekolah di Indonesia berada di bawah standar pelayanan minimal. Sedangkan hanya 10,15 persen yang memenuhi standar nasional pendidikan. Sekolah yang dianggap mampu bersaing dengan mutu pendidikan negara-negara lain hanya 0,65 persen, yaitu sekolah yang saat itu disebut sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf Iinternasional (RSBI).
Maka dari itu, sekolah menjadi pemicu bagi guru agar selalu meningkatkan kapasitas diri untuk memberikan pelayanan yang baik kepada anak didik, guru harus terus belajar dengan terus membenahi cara mengelola kelas ketika proses pembelajaran, harus lebih kreatif dan inovatif, memiliki administrasi yang baik dan memiliki keinginan untuk berkembang. Guru harus selalu meningkatkan kompetensi dengan selalu mengupgrade pengetahuan kita melalui seminar, workshop, lokakarya, pelatihan dan kegiatan ilmiah lainnya.
Guru harus menjadi insan pembelajar untuk dijadikan telaga ilmu oleh anak didiknya. Selain menyampaikan pengetahuan kepada murid, guru juga harus memiliki kemauan belajar secara terus menerus. Agar apa yang disampaikan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh murid. Dengan menjadi insan pembelajar guru dapat memberi inspirasi kepada murid-muridnya.
Karena pada kenyataannya di dunia pendidikan, sarjana pendidikan kurang memperhatikan kualitas pendidikannya. Sebagian pendidik, mereka hanya mengharapkan imbalan saja tanpa mau bekerja secara profesional. Jika seperti itu bagaimana nasib pendidikan indonesia dimasa depan nanti. Saya pikir, hal tersebut menjadi salah satu faktor pemerintah membuat aturan baru tentang Program Profesi Guru. Yaitu hilangnya kepercayaan pemerintah kepada lulusan sarjana pendidikan.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 87 Tahun 2013 menerangkan bahwa Pendidikan Profesi Guru (PPG) adalah pendidikan tinggi setelah pendidikan sarjana yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Adanya peraturan menteri tersebut merupakan Implementasi dari Udang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang menyatakan bahwa guru dan dosen adalah sebuah pekerjaan profesional yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi untuk mencapainya.
Pada awalnya untuk menjadi guru bisa didapatkan dengan menempuh sarjana pendidikan. Para sarjana tersebut secara langsung akan mendapatkan Ijazah dan sertifikat Akta-IV yang dapat digunakan sebagai tiket untuk mendaftar menjadi guru. Namun sejak di terbitkan Undang-Undang no. 14 tahun 2005, sertifikat Akta-IV sudah tidak berlaku lagi. Oleh karena itu dalam undang-undang tersebut mengatur bagaimana cara untuk menjadi calon guru profesional.
Upaya pemerintah mengadakan Program Profesi Guru (PPG) ini tujuannya diharapkan kompetensi dan profesionalime guru benar-benar terjamin dengan menjalani masa pendidikan selama 2 semester atau 1 tahun. PPG berlaku bagi yang ingin menjadi guru baik sarjana pendidikan maupun non pendidikan. Perlu digaris bawahi, PPG juga berlaku untuk sarjana non pendidikan. Jika dilihat dari sudut pandang seorang sarjana pendidikan pasti akan berpikir, buat apa ada sarjana pendidikan jika ketika lulus tidak langsung bisa menjadi seorang pendidik tetapi harus bersaing juga dengan sarjana non pendidikan.
Jika demikian halnya, mengapa semenjak di berlakukannya undang-undang guru dan dosen tersebut jurusan kependidikan tidak di hapuskan saja dan dikembalikan ke jurusan murni asalnya. Terlebih sebagian selentingan menyatakan bahwa mahasiswa lulusan kependidikan kurang menguasai materi di banding lulusan ilmu murni itu sendiri. Kemudian dengan hilangnya S.Pd (Kecuali ilmu pendidikan murni) semua akan sepakat bahwa yang berhak menjadi guru profesional adalah mereka yang telah mengikuti PPG dengan gelar Gr. di belakangnya.
Pada dasarnya, Pernyataan tersebut keluar bukan semata-mata karena lahan pekerjaan sarjana kependidikan telah dibagi kepada jurusan yang lain. Tetapi jauh lebih luhur dari itu, adalah sebuah bentuk aspirasi ilmiah yang dapat menjadi pertimbangan bagi para pemangku kebijakan. Karena semua pihak pun menginginkan pendidikan Indonesia menjadi lebih baik kedepannya.
Menurut saya, PPG ini merupakan sebuah langkah nyata pemerintah dalam menjawab tantangan zaman yang menuntut untuk terus memperbaharui sistem pendidikan terutama dari pihak guru untuk terus meningkatkan mutu layanan pendidikannya kepada peserta didik lebih baik lagi. Saya berharap pendidikan di Indonesia semakin membaik, semakin maju, semakin ikhlas dan tulus dalam mendidik putra-purti bangsa dan kesejahteraan pendidik lebih merata.(*)
Penulis:
Sumiyati,
Mahasiswi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) Banten