Oleh : Titing Kartika
Dosen & Kepala Lembaga Penelitian, Pengabdian Masyarakat dan Kerjasama STIEPAR YAPARI Bandung
MENURUT laporan World Travel & Tourism Council (WTTC) pertumbuhan pariwisata Indonesia menjadi yang tercepat ke 9 di dunia, urutan ke tiga di Asia, dan urutan ke satu di kawasan Asia Tenggara.
Pencapaian ini tentu tidak lepas dari upaya pemerintah sebagai pembuat kebijakan serta didukung oleh para pemangku kepentingan lainnya yang terus bersinergi membangun pariwisata Indonesia.
Sementara itu, indeks daya saing Pariwisata Indonesia mengacu pada data World Economy Forum (WEF) menunjukkan peringkat pariwisata Indonesia terus meningkat dari peringkat 70 pada tahun 2013, peringkat 50 pada tahun 2015 dan menjadi peringkat ke – 42 pada 2017. Hal ini juga berbanding lurus dengan prestasi pariwisata Indonesia yang mendapat beragam penghargaan di tingkat internasional.
Jika melihat data tersebut dan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa institusi, maka adanya rasa optimisme akan geliat pariwisata Indonesia pada tahun 2019. Tren yang akan terjadi pada tahun ini tidak lepas dari kondisi para pelaku wisatawan yang sebagian besar telah didominasi oleh generasi dengan karakter internet-minded.
Pengalaman menjadi Penting
Seperti yang dikatakan oleh Horwath (2017) yang dituangkan dalam infografis pariwisata Oktober (2018) Asdep Manajemen Strategis Kementerian Pariwisata RI, bahwa generasi Y yang dikenal dengan sebagai Milenial, dan generasi Z yang dikenal sebagai iGen adalah kelompok usia yang digerakkan oleh teknologi.
Generasi tersebut memiliki cara yang berbeda dalam memenuhi kebutuhan khususnya seperti dalam hal komunikasi, konsumsi dan pengalaman wisata.
Secara global, menurut World Youth Student and Educational atau WYSE Travel Confederation (2016), generasi milenial yang dinilai telah merajai dunia pariwisata, setidaknya mewakili sekitar 20 % dari seluruh wisatawan internasional.
Bahkan diprediksi, pada tahun 2020 nanti diperkirkan akan ada sekitar 320 juta perjalanan yang dilakukan oleh generasi tersebut.
Yang tidak kalah menarik adalah hasil survey yang dilakukan oleh Topdeck Travel dan YouGov, bahwa 21 % wisatawan milenial rela berpenghasilan kecil asalkan bisa bepergian sambil bekerja. Dalam benaknya tertanam bepergian (traveling) jauh lebih penting dari segalanya.
Melihat pemaparan tersebut maka, tren wisata yang akan terjadi pada tahun mendatang adalah lebih berorientasi pada mencari pengalaman walaupun tren ini sebenarnya sudah terjadi pada tahun 2018.
Namun pada tahun 2018, diprediksi akan tampak lebih marak karena diperkirakan 60 % wisatawan akan menghargai pengalaman dibandingkan material (booking.com, 2018). Sebagai bentuk dokumentasi terhadap kegiatan wisatanya, sebagian besar dari mereka juga akan berbagi di media sosial yang telah menjadi ruang publik.
Ada rasa kebanggaan tersendiri jika mereka mampu berkunjung ke suatu tempat yang dinginkan dan mengunggahnya di media sosial.
Tren lain yang akan terjadi pada tahun 2019 wisatawan akan lebih sadar terhadap aspek lingkungan. Bahkan dikatakan bahwa mayoritas wisatawan global (86 %) ingin menghabiskan lebih banyak aktivitas yang berdampak terhadap lingkungan.
Demikian juga dengan pemilihan destinasi, wisatawan akan mempertimbangkan banyak hal sebelum mereka melakukan kunjungan misalnya dengan memperhatikan aspek sosial, politik, dan keamanan suatu negara.
Tak hanya pengalaman menikmati suatu daya tarik, dari berbagai telaah dan pengamatan mengenai perilaku wisatawan bahwa pada tahun 2019 ini, wisata kuliner akan menjadi bagian yang tak kalah penting.
Seperti hasil survei “Taste of Travel” booking.com yang dirilis pada tahun 2018, sekitar 73 persen wisatawan Indonesia telah merencanakan perjalanan khusus untuk wisata kuliner. Pengalaman mencicipi dan menikmati makanan lokal akan memberikan nilai pengalaman tersendiri.
Tantangan Industri
Dengan mencermati perilaku wisatawan saat ini, maka dapat dijadikan referensi oleh pelaku industri wisata seperti hotel, biro perjalanan wisata, rumah makan maupun bisnis lainnya dalam mengembangkan produk atau jasa yang ditawarkan.
Kecenderungan perilaku yang muncul tentu saja dipengaruhi oleh perkembangan arus informasi dan teknologi.
Sebagai wisatawan yang aktif dalam menggunakan perangkat mobile, maka keinginan untuk menjelajah dunia luar kian menguat. Dengan demikian jasa perjalanan atau biro perjalanan wisata dituntut untuk membuat paket-paket wisata yang menarik yang dapat memenuhi selera wisatawan.
Begitu juga dengan usaha di bidang akomodasi, dimana tren ke depan wisatawan akan sangat memanfaatkan waktu liburnya dengan singkat dan padat namun tetap akan menyimpan nilai pengalaman.
Tantangan lain bagi para pelaku industri khususnya biro perjalanan wisata adalah dengan semakin banyaknya wisatawan yang melakukan perjalanan wisata dengan sistem independent tour.
Berbekal informasi yang masif dari internet, maka mereka dapat dengan mudah menentukan rencana perjalanan (itinerary) secara mandiri, terlebih kelak akan muncul ragam aplikasi atau fitur teknologi baru perencanaan perjalanan dan teknologi lain seperti Virtual Reality (VR).
Karena generasi Z dan Y adalah pemakai aktif internet, maka sebagai konsekuensinya para pelaku bisnis pariwisata dapat mempromosikan produknya berbasis digital.
Semakin kuat informasi yang digencarkan di internet, maka akan adanya keinginan yang kuat bagi generasi milenial untuk mengunjungi tempat yang dianggap memberi keunikan, kemenarikan, dan kekinian.
Semakin cerdas pelaku bisnis wisata dalam memasarkan, maka semakin menggoda kaum tersebut untuk dapat segera menikmatinya.(*)