Kota Banda Aceh, spiritnews.co.id – Polda Aceh telah menahan seorang PNS berinisial K (44) asal Aceh Barat Daya karena diduga melakukan penyebaran video hoax.
Demikian disampaikan Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Ery Apriyono, saat mengelar siaran persnya, Selasa (28/5/2019). Dikatakan, pelaku diamankan pada Minggu (26/5/2019) sekira pukul 15 di Kabupaten Aceh Barat Daya.
“Pelaku diamankan berdasarkan Laporan Polisi Nomor : LP. A/51/V/YAN.2.5./2019/SPKT, tanggal 26 Mei 2019 tentang tindak pidana informasi dan transaksi elektronik,” kata Ery.
Dikatakan, kronologis kejadiannya pada hari Kamis (23/5/2019) telah terjadi penyebaran video hoax yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antar golongan (SARA).
“Pelaku menyebarkan video Presiden Republik Indonesia yang dirubah dari video sejatinya dengan merubah iringan musik remix dan pemberian caption status di Facebook, pesta setelah membantai muslim dalam masjid, persis tarian PKI di lubang buaya yang diunggah oleh akun Facebook pelaku,” katanya.
Dikatakan, setelah dilakukan penyelidikan oleh Subdit Cyber Crime Dit Reskrimsus Polda Aceh, kemudian pada Minggu (26/5/2019) melakukan penangkapan pelakunya di Aceh Barat Daya.
“Pelaku sengaja menyebarkan video Presiden yang sudah diedit dan dengan caption “pesta setelah membantai muslim dalam masjid, persis tarian PKI di lubang buaya” untuk memperoleh perhatian secara umum dari masyarakat Indinesia yang melihat postingan tersebut dan bertujuan untuk memberikan pemahaman negatif kepada Bapak Joko Widodo dan Pemerintahannya setelah kejadian unjuk rasa pada tanggal 21 dan 22 Mei 2019,” jelasnya.
Polisi mengamankan barang bukti dari pelaku adalah 1 unit Hp VIVO Y715 dan 1 buah Sim card.
Akibat perbuatannya, polisi menjerat pelaku dengan pasal 28 ayat (2) Jo pasal 45 A ayat (2) Undang-undang No. 19 tahun 2016 tentang ITE Jo pasal 14 ayat (1) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
“Ancaman hukuman setinggi-tingginya 10 tahun pidana penjara,” ungkapnya.(mah)