Kabupaten Bandung Barat, spiritnews.co.id – Meski Kawasan Bandung Utara (KBU) khususnya wilayah Kabupaten Bandung Barat sudah terkenal dengan sejumlah wisata alamnya, namun penggunaan lahan tersebut masih kurang dari satu persen dari sekitar 10 ribuan hektare dari luas wilayah Hutan Lindung yang diperbolehkan untuk dipakai usaha.
Kepala Administratur Perum Perhutani KPH Bandung Utara, Komarudin, mengatakan, di Bandung Barat sekitar 10 ribuan hektare Hutan lindung yang diperbolehkan usahanya itu, berupa jasa lingkungan dan hasil hutan bukan kayu.
“Jadi, tak ada penebangan di hutan lindung. Sedangkan untuk jasa lingkungan, yaitu wisata alam, masih diperbolehkan dengan syarat- syarat yang harus dipenuhi,” katanya di Bandung, Selasa (18/6/2019).
Kawasan Perhutani di Bandung Utara saat ini memiliki luas area sekitar 20.560 hektare hektare yang terbagi menjadi tiga fungsi hutan diantaranya sebanyak 16.160 atau 78,6 persen masih merupakan hutan lindung (HL) dan 24 persen lainnya merupakan hutan produksi dan terbatas.
“Di Bandung Utara total tempat wisata ada sebanyak 33 tempat, sedangkan untuk KBB hanya 17 wisata dengan tetap mempertahankan fungsi hutan dan hanya menambah bangunan yang alami tidak melebihi 10 persen dari kawasan yang diusahakan atau ditetapkan sebagai kawasan wisata,” ujarnya.
Dikatakan, untuk kawasan perhutanan di Bandung Utara sendiri terbentang dan masuk di empat kabupaten, yakni Kabupaten Bandung, Bandung Barat, Purwakarta, dan Subang.
Komarudin juga menambahkan banyaknya kawasan wisata di Bandung Utara, itu salahsatu cara guna memperkenalkan ke orang-orang dari berbagai hobi, mulai jalan-jalan, wisata, hingga olahraga, seperti motor cross dan off road untuk dapat mencintai alam, serta merasakan cuaca yang sangat berbeda dengan cuaca kota.
“Saya berharap mereka bisa belajar di alam. Saya juga ke depannya ingin menciptakan forest eco edu. Karena saya melihat pengunjung bukan hanya kalangan orang tua melainkan banyak anak-anak,” ujarnya.
Lebih jauh Komarudin menjelaskan, untuk pengelolaan wisata sendiri memang terdapat dampak negatif diantaranya seperti banyaknya sampah yang dihasilkan saat musim liburan, gangguan lalu lintas, pembangunan sarpras yang berlebihan atau gangguan keseimbangan ekologi biotik maupun abiotik.
Namun menurutnya, untuk pengembangan wisata di hutan lindung tersebut lebih banyak dampak positifnya seperti besarnya penyerapan tenaga kerja, peningkatan pendapatan dan perkembangan ekonomi pada daerah, perubahan orientasi nilai budaya serta berubahnya persepsi masyarakat terhadap pengelolaan kawasan hutan.
“Tentu kita akan selalu mengawasi dampak-dampak tersebut dengan cara melakukan giat antisipasi seperti pemasangan plang larangan dan himbauan, membangun sarpras tidak melebihi 10 persen dari dari zona pemanfaatan, juga kenaikan tarif KTM wisata untuk mencegah pengunjung membludak,” ujarnya.
Setiap tahun, Perhutani kata Komarudin memiliki target pendapatan bersih Rp 9,5 miliar. Sedangkan pendapatan ke warga hanya berasal dari karcis tempat wisata dan perekonomian di kawasan wisata.(gus)