Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Ratusan petani, mahasiswa dan buruh menggeruduk kantor Bupati Karawang, Selasa (24/9/2019). Mereka menuntut hak sertifikat tanah hasil dari program PTSL (Program Tanah Sistematis Lengkap) dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Ini merupakan kedua kalinya, para petani yang tergabung dalam Serikat Petani Karawang (Sepetak) menggelar aksi unjuk rasa. Kali ini didampingi Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Karawang, Cakra Institute dan GEMAKU (Gerakan Masyarakat Karawang Utara).
Mereka meminta agar Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana mendesak BPN segera membagikan sertifikat tanah petani Desa Tanjung Pakis, Kecamatan Pakisjaya. Sebab hasil audiensi pada 15 Agustus 2019 lalu tidak mendapatkan hasil yang nyata yang sebelumnya Cellica berjanji akan membela hak-hak para petani namun semua hanya isapan jempol.
Sekjen Sepetak, Engkos Kosasih, mengatakan, sertifikat tanah masyarakat Tanjung Pakis sampai saat ini belum diberikan dengan alasan masih ada sikap keberatan dari Perhutani.
“Kita kesini bukan untuk mengemis tapi untuk mengambil hak-hak kita, kita lihat mereka yang di gedung mewah apakah memihak kita atau tidak,” kata Engkos, saat melakukan aksi di depan Kantor Pemkab Karawang, Selasa (24/9/2019).
Diakuinya, mereka meminta agar dikembalikan lahan masyarakat Desa Medalsari dan Desa Mulyasejati secara konstitutional yang telah dirampas oleh otoritas kehutanan. Cabut peraturan perundang-undangan tentang kehutanan yang melanggar HAM serta tangkap dan adili pejabat Kementerian Kehutanan dan Perum Perhutani yang melakukan kejahatan korupsi.
“Kami Sepetak mengutuk keras perbuatan perampasan tanah oleh otoritas kehutanan yang didukung Bupati Cellica Nurachadiana. Selain itu kami menyatakan sikap menolak RUU pertahanan, laksanakan UUPA No.5 tahun 1960, berikan seluruh sertifikat masyarakat Desa Tanjung Pakis hasil program PTSL,” tegasnya.
Lebih lanjut dikatakan, perampasan oleh kelembagaan di sektor kehutanan semua dilakukan secara sistematis dengan merampas bukti kepemilikan tanah petani berupa girik dan kemdudian dipertahankannya melalui perangkat regulasi.
Tak cukup disitu. Perampasan tanah petani oleh Kementerian Kehutanan dan Perum Perhutani, lanjut Engkos, telah menyeret rakyat ke dalam pusaran konflik tenurial berkepanjangan yang tentu saja korbannya ada di pihak rakyat mulai dalam bentuk pemerasa sampai pada penjara.
“Kita akan aksi selama 3 hari berturut-turut. Kita tidak akan pulang sebelum tuntutan dikabulkan dan tidak akan pulang sebelum sertifikat di bagikan,” ungkapnya.(sir/moy)