Kabupaten Bandung Barat, spiritnews.co.id – Sejumlah wartawan yang tergabung dengan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sangkuriang, Jurnalis Cetak, Radio dan Online yang bertugas di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung DPRD Kota Cimahi, Kamis (26/9/2019).
Aksi ini dilakukan para kuli tinta ini karena adanya intimidasi, dan kekerasan terhadap jurnalis yang bertugas meliput aksi demonstrasi mahasiswa di Jakarta menolak RUU KUHP.
Disamping sebagai bentuk pengecaman, aksi ini juga menjadi bentuk solidaritas terhadap sesama jurnalis yang mengalami tindak kekerasan saat menjalankan tugas jurnalistiknya.
Ketua IJTI Sangkuriang, Edwan Hadnansyah, mengatakan, IJTI Sangkuriang beserta rekan-rekan jurnalis wilayah kerja Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat sepakat mengecam tindak intimidasi dan kekerasan saat bertugas dalam peliputan berita. Maka dari itu, diperlukan adanya perombakan Standar Operasi Kepolisian agar dalam tugas pengamanan dan tugas jurnalistik tidak ada lagi benturan.
“Kemerdekaan PERS ini menjadi penunjang kualitas dalam proses demokrasi,” kata Edwan.
Berdasarkan catatan, dia memaparkan, dalam dua puluh tahun terakhir, telah banyak persoalan publik yang diangkat oleh PERS, mulai dari kelaparan, korupsi, kesehatan masyarakat, kemiskinan, bencana nasional, kebakaran hutan, pendidikan, dan lain sebagainya.
“Jadi harus digarisbawahi bahwa PERS merupakan pilar keempat dalam demokrasi setelah lembaga Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Pers merupakan kontrol atas ketiga lembaga tersebut dengan landasan kinerjanya chek and balance,” tegasnya.
Perlu diketahui, Kemerdekaan PERS Indonesia bahkan sempat menjadi nomor satu di Asia Tenggara (2009). Akan tetapi, disisi lain banyak pihak yang tergoda agar PERS di Indonesia kembali dikontrol secara ketat.
“Kini kontrol tersebut mulai terlihat melalui aturan-aturan yang dibenturkan UU Pers No. 40 tahun 1999, salah satunya yang terlihat saat ini adalah RKUHP,” jelasnya.
Melihat adanya upaya pelemahan PERS, dia menyatakan, aksi turun ke jalan dilakukan sebagai bentuk perlawanan jurnalis atas RKUHP yang memuat pasal karet yang berpotensi menghalangi tugas jurnalistik.
Untuk diketahui, Pasal 219 tentang penghinaan terhadap presiden atau wakil presiden, Pasal 241 tentang penghinaan terhadap pemerintah, Pasal 247 tentang hasutan melawan penguasa, Pasal 262 tentang penyiaran berita bohong, Pasal 263 tentang berita tidak pasti, serta Pasal 281 tentang penghinaan terhadap pengadilan.
Kemudian Pasal 305 tentang penghinaan terhadap agama, Pasal 354 tentang penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara, Pasal 440 tentang pencemaran nama baik, serta Pasal 446 tentang pencemaran orang mati.
“Jadi kami minta DPR RI bukan menunda, tapi hentikan revisi 10 pasal karet ini, PERS sudah memiliki UU Pers yang sudah menjadi acuan jurnalis dalam bertugas,” bebernya.
Baru-baru ini, tiga jurnalis di Makassar, Sulawesi Selatan juga mengalami kekerasan oleh aparat kepolisian saat meliput demo mahasiswa di depan Gedung DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Selasa (24/9/2019).(gus)