Kabupaten Purwakarta, spiritnews.co.id – Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwakarta mengaku belum mengetahui terkait pembagian sertifikat program Pendaftaran Tanah Sertifikasi Lengkap (PTSL) Desa Tanjung Pakis, Kecamatan Pakis Jaya, Kabupaten Karawang.
Pasalnya, Kantor Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Kabupaten Karawang tidak melibatkan Perum Perhutani KPH Purwakarta untuk pengukuran dan pendataan warga yang berhak mendapatkan sertifikat tersebut.
“Kami melalui Asper Cikeong hanya dilibatkan dalam sosialisasi awal. terkait pengukuran, pendataan warga dan pembagian sertifikat itu, kami sudah tidak tahu karena tidak ada pemberitahuan dari Kantor Kementerian ATR/BPN Karawang,” kata Asep Saepudin, Wakil Administratir, Perum Perhutani KPH Purwakarta kepada spiritnews.co.di, saat ditemui di ruang kerjanya, Jumat (27/9/2019).
Atas kejadian ini, kata Asep, pihaknya akan membuat laporan atau berkirim surat kepada Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Selain itu, Asep mengaku, belum mengetahui sertifikat PTSL yang dibagikan itu masuk atau tidak dalam kawasan hutan lindung berdasarkan SK Nomor : SK.3268/MenLHK/KUH/PLA.2/7/2016 tertanggal 13 Juli 2016, tentang penetapan kawasan hutan lindung pada kelompok hutan Cikeong yang luasnya mencapai 8.964,16 hektar.
“Langkah-langkah dari dulu sudah dilakukan. Persoalannya kemarin Gakum (Penegakan Hukum Kemen LHK) gak tindaklanjuti, karena memang belum ada pembagian sertifikat. Sekarang kita akan lapor ke pimpinan dan buat laporan ke KLHK,” katanya.
Disinggung mengapa Perhutani tidak bisa menunjukan Berita Acara Tata Batas (BATB) sebagai bukti bahwa sebagian tanah yang disertifikasi PTSL sebenarnya masuk kawasan hutan ?, Asep menegaskan, hal itu kewenangan KLHK sebagai regulator.
Sedangkan Perhutani hanya operator atau pengelola. Perum Perhutani hanya sebatas operator yang menerima instruksi bahwa sebagian sertifikasi PTSL di Tanjung Pakis ada wilayah yang masuk kawasan hutan, berdasarkan SK KLHK tahun 2016.
“Yang jelas Perhutani hanya sebagai operator, regulator tetap di Kementrian LHK. Jadi langkah-langkah kami hanya membuat laporan. Kalau laporan singkat berdasarkan informasi dari lapangan dan media sudah kita lakukan. Tingkat laporan resmi administrasi,” tegas Asep, yang kembali menegaskan akan menyurati KLHK atas persoalan sertifikasi PTSL itu.
Sebagai bukti sebagian wilayah di Pakis Jaya masuk kawasan hutan lindung, kepada media, Asep juga menunjukan dokumen Perjanjian Kerjasama (PKS) Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) Usaha Jasa Lingkungan Wisata Alam Tanjung Pakis, antara Perum Perhutani KPH Purwakarta dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) Mina Wana Bahari dan Jinzai Haken Indonesia (JHI) pada tahun 2017.
“Jadi sebenarnya dasar kita jelas kenapa itu disebut masuk kawasan hutan. Pertama ada SK Kementrian tahun 2016, kedua ada PKS PHBM. Kalau ditanya BATB, ya memang kita tidak bisa menunjukan. Karena itu domainnya Kementerian LHK. Kita Perhutani kan hanya sebagai operator bahasanya,” tutur Asep.
Apakah sebelumnya Kantor Kementerian ATR/BPN Karawang tidak pernah berkoordinasi di dalam menentukan titik koordinat sertifikasi PTSL, Asep mengakui, jika sebenarnya koordinasi tersebut ada. Hanya persoalannya, BPN Karawang tidak pernah melibatkan Perhutani di dalam ‘pengukuran’ di lapangan.
“Pertama kita diajak rapat di bale Desa Tanjung Pakis. Kedua, saya memang diajak rapat di kantor BPN. Itu pun agendanya seakan sudah penegasan kalau sertifikasi PTSL sudah jadi. Kita tidak pernah dilibatkan pengukuran di lapangan. Sampai sekarang pun kita tidak pernah punya data lengkap wilayah mana saja, nama kepala keluarga siapa saja yang mendapatkan sertifikasi PTSL. Sehingga sertifikasi PTSL yang masuk kawasan hutan yang mana saja juga kita belum punya datanya,” jelasnya.
Atas persoalan ini, Asep kembali menegaskan, jika Perhutani tidak memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti tanpa adanya intruksi dari KLHK. Sehingga kewajiban Perhutani hanya melaporkan (membuat surat).
“Keputusannya seperti apa, nanti kita menunggu Kementrian. Kita tidak serta merta bisa melakukan tindakan kalau belum ada intruksi. Langkahnya bisa saja sama-sama dengan Perhutani ke lapangan melakukan pengukuran lagi atau Kementrian memanggil BPN langsung, itu semua kewenangan kementrian,” ungkapnya.(sir)