Kabupaten Karawang, spiritnews.co.id – Owner PT Aditya Laksana Sejahtera (ALS) drg. Henndy Haddade meyakini bahwa PT Celebes Natural Propertindo akan mengalami nasib serupa, menjadi korban ‘PHP (pemberi harapan palsu)’ oleh oknum pejabat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang.
“Saya yakin PT Celebes Natural Propertindo akan mengalami nasib yang sama dengan saya. Akan menjadi korban kebohongan oknum pejabat Pemkab Karawang,” kata Henny, kepada spiritnews.co.id, di kantornya.
Pada kesempatan itu, Henny memaparkan, bahwa PT ALS tidak menyewa lahan Pasar Cikampek 1 kepada Pemkab Karawang, melainkan sudah membeli lahan seluas 6.826 hektar dari ahli waris Sijem Nji.
“Saya tantang Bupati Karawang, dr. Hj. Cellica Nurrachadiana untuk melakukan eksekusi pengelolaan Pasar Cikampek 1 jika memiliki keberanian,” katanya.
Diakuinya, Pemkab Karawang memiliki kewajiban bayar ganti rugi pengelolaan Pasar Cikampek 1 sebesar Rp 18 miliar yang belum dilunasi sesuai perjanjian pemutusan PKS dalam Pasal 5, tetapi tiba-tiba Pemkab Karawang dalam hal ini Disperindag Karawang sudah melakukan lelang tender Build Operate Transfer (BOT) dan dimenangkan oleh PT Celebes Natural Propertindo.
“PT Celebes Natural Propertindo akan terus menekan Pemkab Karawang agar mengeksekusi Pasar Cikampek 1 dari kami (PT ALS). Namun Pemkab Karawang gak bisa melakukan eksekusi dengan alasan status lahan bukan milik pemda, tapi milik ahli waris Sijem Nji yang sudah kami beli, serta Pemkab Karawang belum memenuhi kewajibannya kepada PT ALS sesuai Pasal 5 dalam pemutusan PKS,” tegasnya.
“Dan kami juga yakin bukan hanya kami ALS yang dibohongi Pemkab Karawang karena membangun pasar di atas lahan bukan milik Pemkab Karawang. Kami menduga PT Celebes Natural Propertindo juga jadi korban kebohongan oknum pejabat Pemkab Karawang sampai dengan mau ikut tender pasar yang sebenarnya masih kami kelola. Siapa saja oknum pejabatnya, ya gak tahulah,” tambahnya.
Diakuinya, sejak melakukan PKS (Perjanjian Kerja Sama) BOT Pasar Cikampek 1 pada 2009 dengan Dadang S Muchtar (Bupati Karawang saat itu) dan saat itu Asda II Bidang Perekonomian Alm. Aa Nugraha, dr. Henny mengaku jika PT ALS sudah mengurus izin lokasi dari tahun 2009-2012. Bahkan pada saat 2010, PT ALS mengurus HPL (Hak Pengelolaan) sampai biaya Rp 1 miliar dari BPN Karawang sampai BPN Jawa Barat.
“Pada saat itu kami belum mengetahui kalau status tanah ini bukan milik pemda. Makanya dari mulai izin lokasi sampai HPL kami urus semua. Kami urus semua itu. Eh, ternyata kita dibohongi Pemkab Karawang,” ujarnya.
Pada 2010-2011, kata dr. Henny, PT ALS membayar kontribusi kepada pemda senilai Rp 600 juta. Adapun pada 2012-2013, dr. Henny mengakui jika PT ALS ada konflik di internal (konflik keluarga tentang pengelolaan pasar). Dan pada 2014, pengelolaan Pasar Cikampek 1 justru kembali dikelola oleh Pemda (Disperindagtamben).
“Bohong itu, kalau ada pejabat yang bilang PT ALS pernah mengirim surat ke pemda mengenai ketidaksanggupan bayar kontribusi. Gak pernah ada surat itu. Justru kalau berbicara kontribusi terus, itu ada gak kontribusi 2014 ke kas daerah waktu pasar dikelola pemda,” kata dr. Henny, saat dikonfrontir wartawan dengan pernyataan Asda I Samsuri yang pernah menyatakan PT ALS pernah berkirim surat ke pemda mengenai ketidaksanggupan bayar kontribusi.
Pada 2016-2017, masih dijelaskan dr. Henny, PT Celebes Natural Propertindo sempat mengelola Pasar Cikampek 1. Namun karena ganti rugi pengelolaan pasar kepada PT ALS sesuai Pasal 5 pemutusan PKS tak kunjung dibayar pemda, akhirnya PT ALS kembali mengelola Pasar Cikampek 1.
“Dari 2016 kita tunggu terus kapan ganti rugi dibayar pemda ke kita. Karena kita baru terima ganti rugi Rp 1,8 miliar. Sampai akhirnya pengelolaan pasar kita ambil alih tanpa sedikitpun ada gaya premanisme. 2017 ahli waris Siem Nyi juga masih bayar pajak Rp 160 juta. Dan 2019 kita juga masih bayar pajak,” kata dr. Henny.
Adapun alasan mengapa PT ALS belum bayar kontribusi 2018-2019, dr. Henny menegaskan, jika PT ALS akan membayar kontribusi ketika Pemda sudah memenuhi kewajibannya kepada PT ALS sesuai yang tercantum dalam Pasal 11 mengenai hak dan kewajiban para pihak.
Yaitu dimana dalam poin kewajiban (b), pemda menertibkan para Pedagang Kaki Lima (PKL) di lokasi wilayah kerjasama dan kewajiban menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) atas nama pihak kedua (PT ALS) di atas tanah hak pengelolaan lahan.
“Dari dulu kita minta terus ke pemda kapan itu PKL ditertibkan, tapi gak pernah dilaksanakan. Terakhir waktu zaman Sekda Pak Teddy (Teddy Rusfendi Sutisna) waktu itu kita tegaskan akan kepada siapa SHGB turun. Saat itu pernyataan Pak Teddy SHGB akan diberikan ke kita. Tapi sampai sekarang gak ada,” beber dr. Henny.
“Bagi kita bayar kontribusi itu hal yang gampang, segampang kita membalikan telapak tangan. Tinggal saya tanda tangan giro untuk bayar kontribusi. Tinggal hitung berapa kontribusi yang harus kita bayar, ya pasti akan kita bayar. Namun persoalannya, kewajiban pemda sendiri ke kita tidak pernah dipenuhi,” ungkapnya.(sir)